salah politik,
semakin nyaring lengkingnya
Bukan salah minum obat. Makannya
dimana, béolnya dimana. Tanpa minum obat saja, pesakitan korupsi mendadak
linglung. Merasa dizalimi. Antrian di barisan siap siaga rugikan negara, tak
pernah surut.
Paling runyam, ternyata
penguasa negeri Alengkadireja, gemar jika terjadi konflik horizontal. Rakyat di
satu pihak melawan masyarakat yang beda kasta. Punggawa kerajaan yang tak
kunjung naik strata melawan pihak abdi dalem karbitan.
Merasa kalau negeri adem
ayem, tata tentrem, maka didatangkan bolo dupak dari negeri asing. Negeri yang
surplus penduduk. Menjadi tenaga kasar berbayar dolar.
Tahun politik, khususnya
2019, untuk mempertahankan takhta, pengorbanan dalam bentuk apapun akan
dilakukan. Kawan saja kalau mbalélo dilibas habis. Rakyat jangan coba-coba main gusur.
Main injak bayangan
penguasa saja bisa didakwa mau makar. Minimal meremehkan wibawa negara. Melakukan
pelecehan lambang negara. Menonoton acara kenegaraan liwat layar kaca sambil
duduk jégang, bisa diambil paksa oleh aparat keamanan.
Mulut mengunyah menu
warteg sambil ucap kegemaran penguasa, dianggap tidak sopan. Bisa digaruk oleh
aparat tramtib.
CCTV hidup bergerak dinamis
dan ada dimana saja. Sampai-sampai presiden kedua RI, terheran-heran. Motto pak Harto menghadapi pihak berseberangan dengan pola kalau
tidak mau dirangkul, akan didengkul.
Kegemaran robot politik
2014-2019 cukup sederhana. Yaitu gebug duluan, rembuk belakangan. Tak heran, pihak yang
menjilat dengan pihak yang menghujat, sulit dibedakan. Namanya juga politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar