lempar batu pasang tampang garang
Sopir angkot harus pandai-pandai menempatkan diri. Baca situasi
tanpa pikir lama. Menghadapi beberapa masalah sekaligus.
Yang pertama dan utama. Uber penumpang yang tercecer, yang
tersisa, yang tak terangkut oleh moda angkutan online. Anak SD sudah
melek tekonologi. Sekolah jauh tak perlu antar jemput. Pakai jasa ojek online.
Pejalan kaki atau yang hobi jalan sehat, dianggap mengganggu harapan sang
sopir.
Meliwati pangkalan pesaing, hati tambah meradang. Namanya
persaingan bebas memperebutkan “kursi” yang sama. Ngetèm santai, entah berapa
kali disalip pesaing. Di lain pihak,
jalan memang bukan tambah panjang, malah bersusun. Angkutan umum, massal
diharapkan jadi primadona.
Yang kedua. Uber setoran. Bersaing dengan sesama angkot. Bahkan
satu rute, malah satu juragan. Jam kerja 24 jam terasa kurang. Memang nasib
tidak bisa diuber. Mau alih profesi, tidak punya keahlian lain. Mau mulai dari ‘nol’,
kebutuhan rumah tangga, keluarga, tetap melaju.
Tujuan berlalu lintas atau berkendara semakin
menjanjikan. Tidak juga. Karena bisa belanja online, malah memperluas
ladang rezeki ojek online.
Yang ketiga. Kapan saja, di mana saja bisa terjadi razia
kendaraan bermotor. Plat kuning masih menjadi langganan. Memang bisnis jalanan
tak pernah ramah. Panas jalanan, suara dan asap knalpot menambah laju aliran
darah dan memacu detak jantung.
Daya cerdas ideologi berbanding terbalik dengan daya
tarik nikmat dunia. Semangkin bayaran tinggi maka akan berbanding terbalik
dengan pendayagunaan cerdas ideologi. ini rumusan siapa. Memangnya ada di
Nusantara.
Karena pengalaman sebagai guru yang baik. Pengalaman menentukan
nasib di laga kandang, semacam pilkada serentak. Maupun terutama pemilu legislatif
serentak dengan pemilihan presiden, akan dilaksanakan pada hari Rabu, 17 April
2019. Maka pihak yang merasa berpengalaman merasa di atas angin.
Karena pengalaman sebagai faktor penentu. Untuk mendapatkan
kemenangan secara total, maka para pelaku pengalaman, di jalanan atau dunia
hitam, dirangkul. Padahal mereka sejak dini sudah dielus-elus. Diberi jabatan,
kekuasaan, sehingga loyalitasnya total. Total jenderal menajdikan diri merasa
siap dan layak tanding.
Daripada menggalang kekuatan dalam negeri dengan modus
kompromi. Menganut asas sistem bagi hasil, pola ganti untung, arisan
kesempatan, sistem kompensasi. Tak melanggar pasal jika bekerja sama, sama-sama
bekerja dengan pihak asing, kekuatan asing. Walau diutamakan kompenen lokal.
Merasa mengkantongi tiket terusan, semua sudah diatur
dengan seksama. Njlimet sampai urusan tètèk bengèk. Merasa semua
sudah diijon. Digadang agar nantinya jangan jadi penghalang,
penghadang.
Tak heran, pihak loyalis penguasa memang selalu pasang
badan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar