Halaman

Senin, 14 Mei 2018

ketika bumi Pancasila sebagai ajang skénario téror kontra téror


ketika bumi Pancasila sebagai ajang skénario téror kontra téror

Pepatah “gajah mati meninggalkan gading”, tak berlaku bagi binatang, hewan tertentu lainnya. Malah bisa dijadikan kiasan. Semisal, air mata buaya, muka badak, senyum serigala. Kombinasi dua binatang, “musang berbulu domba”.

Dirasa, cuma mengacu pada karakter binatang saja, masih kurang kerèn. Kampungan. Tidak elit.

Kamus politik memasukkan lema ‘sétan’. Dalihnya sederhana, karena rekam jejak ybs sudah dikenal oleh semua agama di Nusantara. Serta sudah akrab dengan kehidupan sehari-hari manusia. Tepatnya menjadi bagian integral dari ramuan ajaib revolusi mental.

Apa saja contohnya, contoh nyata di panggung, industri, syahwat politik Nusantara. Susah dijabarkan, diutarakan, diketengahkan. Karena oknum pelakunya tak merasa sedang akrobat politik. Mereka bisa memerankan bahkan melebihi sepak terjang setan.

Bahkan pada skala politik tertentu, setan iri dengan “tipu daya manusia”. Setan merasa kalah ilmu, kalah lihai, kalah ahli, kalah licik, kalah julik bahkan kalah nyali dengan modus politik manusia. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar