ketika bumi
Pancasila sebagai ajang skénario téror kontra téror
Pepatah “gajah mati meninggalkan
gading”, tak berlaku bagi binatang, hewan tertentu lainnya. Malah bisa
dijadikan kiasan. Semisal, air mata buaya, muka badak, senyum serigala. Kombinasi
dua binatang, “musang berbulu domba”.
Dirasa, cuma mengacu pada karakter
binatang saja, masih kurang kerèn. Kampungan. Tidak elit.
Kamus politik memasukkan lema ‘sétan’. Dalihnya sederhana, karena rekam jejak ybs sudah dikenal oleh semua
agama di Nusantara. Serta sudah akrab dengan kehidupan sehari-hari manusia. Tepatnya
menjadi bagian integral dari ramuan ajaib revolusi mental.
Apa saja contohnya, contoh nyata di
panggung, industri, syahwat politik Nusantara. Susah dijabarkan, diutarakan,
diketengahkan. Karena oknum pelakunya tak merasa sedang akrobat politik. Mereka
bisa memerankan bahkan melebihi sepak terjang setan.
Bahkan pada skala politik tertentu,
setan iri dengan “tipu daya manusia”. Setan merasa kalah ilmu, kalah lihai,
kalah ahli, kalah licik, kalah julik bahkan kalah nyali dengan modus politik
manusia. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar