(pengamat) minyak
qurtubi
Namanya
berita. Di zaman SBY, beberapa kali saya dengar penyiar TV berujar,”… pengamat
minyak qurtubi …”. Saya tidak sedang menonton. Sekilas dengar. Asosiasi saya,
sepertinya ada jenis minyak. Produk pertamina. Minyak olahan industri rumah
tangga. Atau sejenis minyak di pasaran. Atau sebangsa minyak kesturi, dsb.
Apalagi
ada ujaran tentang pengamat ekonomi indef, pemerhati ikan air tawar sampai
pengamat ekonomi dari universitas. Tak jarang disebut pendapat pakar hukum tata
negara.
Suatu ketika,
saya duduk sambil mencari acara TV yang sehat dan menyehatkan. Nyantol ke
saluran debat. Bintang tamu atau nara sumbernya adalah pengamat minyak yang
bernama Dr Qurtubi.
Baru dong,
bahwasanya ‘qurtubi’ adalah nama orang. Saya bisa lihat orangnya, sedang
menjelaskan hasil pengamatannya. Tampak menguasai bidangnya. Tampilannya santai,
agak sedikit kocak. Tidak formalitas atau gaya-gayaan.
Pada acara
forum siapa yang mau nyapres jelang pesta demokrasi 2014, bang Qurtubi hadir. Duduk
santai. Saat ishoma. Beliau agaknya kalah pamor dengan mantan petinggi yang
hadir. Senyum-senyum mendengarkan orang berdiskusi ngalor-ngidul ngétan bali
ngulon. Pakai busana hem lengan pendek, sibuk.
Perjalanan
waktu, akhirnya bang Qurtubi masuk jajaran wakil rakyat yang bermarkas di Senayan,
Jakarta. Karena saya jarang dengar siaran TV, makanya jarang dengar suara ‘pengamat
minyak qurtubi’ disebut.
Kejadian
perkara lain, saya sedang searching data di internet. Tak sengaja
menemukan berita kinerja ybs sebagai wakil rakyat. Rasanya, kepekaan sebagai
pengamat, menjadi tak bebas. Mau tak mau, harus berbahasa diplomatis. Atau saat
berhadapan dengan pihak eksekutif, akan mengeluarkan jurus maut.
Yang jelas,
sejauh ini belum ada sertifikasi pengamat. Munculnya ahli komen di media
sosial, malah membuktikan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar