Halaman

Selasa, 15 Mei 2018

konflik internal penguasa, intimidasi politik vs teror mental


konflik internal penguasa, intimidasi politik vs teror mental

Konon, dagelan politik di Nusantara sudah klimaks. Perseteruan antara kubu #Jokowi 2 periode dengan kubu #2019 ganti presiden, semakin menggelikan. Bisa kita simak pamer bego liwat ujaran tertulis di media sosial atau alat peraga lainnya.

Rakyat hanya tertawa getir. Tak bisa komen atau berujar apapun. Seperti menyaksikan kucing heboh minta kawin. Kejar-kejaran di sembarang tempat dan bebas waktu. Tak kenal malu. Obat mujarabnya hanya dengan disiram air.

Amat sangat disayangkan jika ada komponen anak bangsa pribumi, yang masih ingusan, bau kencur, dengan perkasa berujar di media sosial.

Sebagai contoh, penulis membuka facebook. Kalimat atau kata serta lambang ujaran, menunjukkan isi perut. Jauh dari pasal makan bangku sekolah. Menimba ilmu dan terutama malah pada ahli memancing kerusuhan di air keruh.

Bahkan rakyat yang menyandang gelar akademis program strata, tampak berjuang bela seseorang tanpa peduli kata. Miris juga. Tak terbayang manusia macam ini kalau berkuasa, apa jadinya Pancasila.

Wajar, banyak elemen masyarakat seperti tersihir, terkontaminasi untuk muncuk di permukaan. Bukti demokrasi. Bukti bebas mengeluarkan daya akal, memamerkan gaya ucap maupun memperagakan lagak tindak.

Suasana kebatinan rakyat seperti di pasar lelang. Saling hardik, caci maki, bentak menjadi bumbu utama. Mempromosikan produknya secara membabi buta. Ironis binti  miris, telinganya saja tak percaya dengan hujatan, ujaran, jilatan, cuapan  yang muncul dari mulutnya.

Belum lagi pasal no free lunch. Dominan memilih tètèk daripada bengèk. Akhirnya mereka baru sadar dan berguman, “tiwas dandan”.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar