rekayasa genetika ideologi Nusantara, jatuh tempo vs dua periode
Kementerian
Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah
Pangan Lestari (RPL).
RPL
adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk
dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin
kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan
beragam.
Apabila
RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah
lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) disebut
Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Selain
itu, KRPL juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan
desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan
terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil.
Pekarangan
adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. Luas
pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di
kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam Perda mengenai RTRW di
masing-masing kota.
Di lain
pihak, Kementerian PUPR telah lama mengenalkan sumur resapan air hujan adalah
prasarana untuk menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan
Lahan pekarangan adalah lahan atau halaman yang dapat difungsikan untuk
menempatkan sumur resapan air hujan.
Di sisa
periode 2014-2019 penguasa membentuk sebuah badan penertiban penggunaan
ideologi Pancasila, setingkat menteri. Tetapi oknum pejabat pimpinan
tertingginya secara defacto malah setingkat di atas
presiden.
Karena
RPJMN 2015-2019 merupakan penjabaran Trisakti dan Nawa Cita andalan kampanye
Jokowi plus/minus JK, maka sejak tahun pertama presiden langsung bagi-bagi
traktor tangan ke petani di seluruh Indonesia.
Cita-cita
luhurnya, adalah agar produktivitas panen padi meningkat menjadi 7-8 ton Gabah
Kering Giling (GKG). Sejauh ini rata-rata panen skala nasional 5,2 ton GKG.
Dari
hasil pengendusan tim sukses, relawan, garda terdepan pendukung, loyalis
Jokowi, dengan survei tanpa survei, dapatlah disimpulkan bahwa keprigelan tangan petani meningkat.
Minimal,
apa yang tersurat dan tersirat di atas, dapat terwujud. Ini sebagai prestasi
sekaligus prestise tersendiri pemerintah periode 2014-2019. Bahkan hanya satu
tahun pertama, katanya mampu mengalahkan produk beras nasional rata-rata per
tahun pemerintah SBY. Swasembada pangan terwujud, terukur dan memuaskan semua
pihak.
Artinya,
rakyat sudah tidak bisa merasakan nikmatnya beras impor. Belum lagi pasal
pembagian sertifikat lahan tani secara massal.
Sekedar
informasi basi yang masih segar: (sumber: www.spi.or.id)
Peringatan
#HariTani 24 September 2015 akan sangat bernas karena bisa menjadi tonggak dilaksanakannya
redistribusi tanah 9 juta hektar. Program yang sangat dinanti-nantikan kaum tani
dan masyarakat pedesaan sejak lama. Alangkah sangat tepat adanya momentum historis
ini dirayakan bersama dengan Presiden Jokowi yang memegang Nawacita bersama ribuan
kaum tani yang siap bersama-sama bekerja di atas tanah hasil reforma agrarian tersebut.
[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar