Halaman

Jumat, 25 Mei 2018

rekayasa genetika ideologi Nusantara, jatuh tempo vs dua periode


rekayasa genetika ideologi Nusantara, jatuh tempo vs dua periode

Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL).

RPL adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam.

Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Selain itu, KRPL juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil.

Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam Perda mengenai RTRW di masing-masing kota.

Di lain pihak, Kementerian PUPR telah lama mengenalkan sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan Lahan pekarangan adalah lahan atau halaman yang dapat difungsikan untuk menempatkan sumur resapan air hujan.

Di sisa periode 2014-2019 penguasa membentuk sebuah badan penertiban penggunaan ideologi Pancasila, setingkat menteri. Tetapi oknum pejabat pimpinan tertingginya secara defacto malah setingkat di atas presiden.

Karena RPJMN 2015-2019 merupakan penjabaran Trisakti dan Nawa Cita andalan kampanye Jokowi plus/minus JK, maka sejak tahun pertama presiden langsung bagi-bagi traktor tangan ke petani di seluruh Indonesia.

Cita-cita luhurnya, adalah agar produktivitas panen padi meningkat menjadi 7-8 ton Gabah Kering Giling (GKG). Sejauh ini rata-rata panen skala nasional 5,2 ton GKG.

Dari hasil pengendusan tim sukses, relawan, garda terdepan pendukung, loyalis Jokowi, dengan survei tanpa survei, dapatlah disimpulkan bahwa keprigelan tangan petani meningkat.

Minimal, apa yang tersurat dan tersirat di atas, dapat terwujud. Ini sebagai prestasi sekaligus prestise tersendiri pemerintah periode 2014-2019. Bahkan hanya satu tahun pertama, katanya mampu mengalahkan produk beras nasional rata-rata per tahun pemerintah SBY. Swasembada pangan terwujud, terukur dan memuaskan semua pihak.

Artinya, rakyat sudah tidak bisa merasakan nikmatnya beras impor. Belum lagi pasal pembagian sertifikat lahan tani secara massal.

Sekedar informasi basi yang masih segar: (sumber: www.spi.or.id)

Peringatan #HariTani 24 September 2015 akan sangat bernas karena bisa menjadi tonggak dilaksanakannya redistribusi tanah 9 juta hektar. Program yang sangat dinanti-nantikan kaum tani dan masyarakat pedesaan sejak lama. Alangkah sangat tepat adanya momentum historis ini dirayakan bersama dengan Presiden Jokowi yang memegang Nawacita bersama ribuan kaum tani yang siap bersama-sama bekerja di atas tanah hasil reforma agrarian tersebut. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar