Halaman

Minggu, 20 Mei 2018

demam AG XVIII vs deman téror, téror, téror


demam AG XVIII vs deman téror, téror, téror

Betapa peduli, tanggap, peka, responsifnya seorang presiden terhadap mégalaga olahraga se-Asia, di Jakarta dan Palembang. Aksi yang dilakukan dengan  melakukan sosialisasi langsung ke anak didik setingkat SMA/SMU.

Sejalan dengan sibuknya pucuk penguasa 2014-2019, terjadi ikhwal sebaliknya. Bertolak belakang 180 derajat. Katakan, kawanan relawanan, loyalis yang tahu diri sampai bolo dupak, malah sibuk dengan salam dua periode.

Cecunguk penguasa, bukan anak kemarin sore. Walau kadar ideologi, cerdas ideologi hanya sekedar lulus ujian mata pelajaran. Ironis binti miris, kawanan yang pernah sekampus, serta merta menjadi pendèrèk setia. Tanpa diminta dan meminta. Mereka lebih garang dan garing. Tak peduli kaki kawan diinjak. Apalagi kepala lawan, nranyak ora opo-opo. Sing penting édané wis kelakon, wis keturutan.

Semakin meningkat strata pendidikan formal maka akan berbanding terbalik dengan cerdas idéologi. Opo ono. Akèh kang. Kaé sing wicaksono, wicaksini.  Si burisrowo karo pakrisrowo. Bukannya mereka masuk kategori tunalaras. Sabar. Itu urusan dan pasal lain.

Kurang tepat kawan. Ternyata kawanan relawan dan sejenisnya, lebih sibuk dengan rasa nasionalismenya. Dengan gagah perkasa, mengkritisi tindak teroris dalam negeri. Pihak yang dianggap berseberangan, tanpa perlu pakai otak, langsung distigma teroris.

Komen kawanan pendukung ‘salam dua periode’ tampak siap mati-matian bela sang juragan. Melebihi semboyan zaman Orde Lama, “pejah gesang ndérék Bung Karno”.

Jika ada media massa nasional menurunkan tajuk, infografis atau jenis berita, yang seolah dianggap mendiskreditkan pemerintah. Langsung mereka keluar taringnya. Metu sunguté. Menganggap berita ini modus teroris.

Tatkala pemerintah rajin mendatangkan beras dari luar negeri, serta merta mereka menyangkal total. NKRI sudah swasembada beras. Tak perlu beras impor.

Medsos menjadi sarana bebas berujar. Ujaran yang tanpa proses apapun. Langsung bebas biaya. Bayangkan, andaikata, kawanan pengikut, pengékor, pendérék penguasa, ikut mensosialisasikan AG XVIII. Rasanya lebih nyata demam piala dunia sepak bola. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar