revitalisasi Islam
Nusantara, rekayasa sosial vs rekayasa lalulintas
Maka
dari itu. Justru karena itu. Daya juang, daya vital sudah sampai ambang bawah,
ambang margin, lampu kuning. Sudah serba “L”” loyo, lemas, letoy, lunglai,
lemah, lemot. Perlu tindak medis dan non-medis. Didongkrak, dikatrol, dibangkitkan,
dikobarkan. Mulai dari gaya pandangan hidup sampao pola perjuangan hidup.
Lepas dari
pro-kontra penamaan Islam Nusantara. Akan memancing tukang komen untuk
melepaskan ujaran tanpa proses apapun. Apalagi, yang berbasis seloroh, Islam
saja vs Islam banget. Semua mempunyai hak yang sama. Mempraktikkan agama Islam
sesuai dengan niat yang diperkuat ilmu pengetahuan.
Tak perlu
dipergunjingkan bagaimana keterkaitan agama dengan ilmu pengetahuan. Sekedar hubungan
diplomatik atau ada hubungan sejarah.
Memvitalkan
kembali melalui proses yang menerus. Karena Islam sebagai agama langit yang
membumi, maka landasan keumatan diutamakan. Hubungan sosial, interaksi sosial akan
membentuk jaringan internal, ukhuwah. Dampak nyata ke sistem perwujudan
peradaban berkemajuan.
Sistem
pemerintahan utawa praktik demokrasi yang laku di Nusantara, mau tak mau, wajib
mengindahkan aturan lalulintas politik. Karena politik adalah segala-galanya. Kebijakan
politik berada di atas aturan main yang ada.
Tak salah,
memang harus pandai-pandai bermanuver, berzigzag di ladang politik yang penuh
ranjau, jebakan berlabel rambu-rambu politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar