asal cemplung, menu politik
Nusantara jadi cemplang
Bukan
sulap, bukan sihir. Bukan mitos, bukan rekayasa. Susah ditemukenali, seperti
apa generasi masa depan bangsa. Apakah karena periode kelahiran. Atau sudah
mempunyai hak pilih karena umur.
NKRI
memang harga mati. Soal siapa yan mau mati duluan, itu lain perkara. Seperti zaman
Orde Lama, dengan lantang teriak “pejah gesang ndèrèk BK”. Merah kata BL, merah
kara KKO. Banyak elemen masyarakat, lapis rakyat segala usia, siap berdiri paling
depan di belakang BK.
Cerdas
ideologi anak bangsa pribumi, di periode 2014-2019, loyalitas penguasa sudah
sulit ditemukenali jati dirinya. Bukan sulit, karena mereka berani tampil apa
adanya. Tanpa malu-malu.
Jangan
sampai lupa, begitu “Pancasila Sakti” berkibar. Serta merta barisan, antrian,
romobngan penggemar Orde Lama, pindah haluan. Merapat ke Bapak Pembangunan,
presiden kedua RI.
Semboyan
“atas petunjuk bapak presiden” menjadi “siapa dan atau pihak mana yang memberi
komando bapak presiden”.
Jika
ada kartu kuning dari BEM UI, sebagai penglipur lara, sang petugas partai,
merasa lebih terhormat punya acara di kampus almamaternya.
Tak perlu
dipergunjingkan, sikap kejawen penggemar penguasa, menjadikan mereka fanatik luar
dalam. Apapun akan dilakukan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar