Halaman

Selasa, 08 Mei 2018

Gejolak Politik Penguasa, Antara Menjilat Ludah Sendiri dan Main Ludah


Gejolak Politik Penguasa, Antara Menjilat Ludah Sendiri dan Main Ludah

 Kiper berpengalaman tangkap bola selamatkan gawang, sesekali akan menangkap angin. Beda pasal jika gol bunuh diri. Bukan oleh kiper, memang bisa. Tetapi oleh ulah pemain tim kesebelasan yang sama. Jangan pakai asas praduga tak bersalah.

Namanya permainan. Kecelakaan di lapangan hijau bisa menciderai dan melukai berbagai pihak. Secara politis, kesebelasan nasional dikenal main cantik. Ora ngoyo. Bal kok dioyak-oyak. Bal siji dadi rebutan wong sepuluh. Soal kalah atau menang bukan tujuan. Sibuk bermain. Penonton kecewa, bukan urusan pemain.

Biaya politik dari serbagai sumber, bukan jaminan akan mencetak pemain siap laga, siap tanding. Lebih dari itu. Siap balik modal. Siap menjadikan tim sebagai kesebelasan profesional, komersial. Membela wibawa negara. Menegakkan Pancasila di negeri sendiri.

Semakin sering, banyak, rajin bertanding maka dipastikan peringkat akan naik. Pengalaman adalah guru yang bijak. Pengalaman sebagai murid akan menentukan nasib perjalanan hidup pasca wisuda.

Ada yang satu putaran kompetisi sudah merasa puas. Tolok ukurnya sukses secara ekonomi. Selama sibuk kerja, menendang kesana kemari, kian kemari, sampai lupa diri. Acap pakai gigi 4 atay gigi 5, tancap gas. Akhirnya mesin rontok dari dalam. Beban politik melebihi kepasitas diri. Banyak pesanan yang belum dipenuhi. Tapi tagihan utang terus mengglinding tak kenal lapangan hijau. Meja hijau. Atau pengadilan rakyat yang menanti. Semakin disepak, semakin bebal, kebal, dan tebal muka. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar