dilema cerdas ideologi, akrobat
politik vs manipulasi diri
Diriwayatkan secara formal,
bahwasanya metode pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills atau HOTS) anak didik
tingkat sekolah dasar diantaranya adalah Problem Based Learning (PBL),
Project Based Learning, Pembelajaran Inkuiri dan Problem Based
Introduction (PBI).
Sebagai keterampilan berpikir
tingkat tinggi atau HOTS dalam pembelajaran bagi manusia politik,
bingungnya siapa tenaga pendidiknya. Pengalaman sebagai guru yang baik. Ada
yang bilang terbaik. Jadi, yang berpengalaman, banyak makan asam garam politik,
rekam jejak yang meyakinkan, otomatis akan menyandang kemampuan, keterampilan
berpikir tingkat tinggi.
Katakan, manusia politik yang masih
diasah, digodok di sebuah partai politik, masih jauh dari sebutan HOTS.
Bagi oknum kader atau anggota kehormatan, yang telah satu periode menjadi wakil
rakyat dan atau kepala daerah, anggap saja HOTS-nya sudah terbaca dalam
sepak terjangnya.
Ternyata, dalam satu periode atau
waktu lima tahun, daya pikir, gaya akal, pola nalar oknum kawanan parpolis,
malah bisa kembali ke posisi awal. Ini kan namanya pikun politik. Tidak juga.
Ingat tajuk “cerdas ideologi vs pikun politik”.
Asumsi awam. Semangkin lama,
semangkin tinggi manusia politik menentukan nasibnya, maka akan berbanding
lurus dengan pertambahan daya pikun politiknya.
Pernah saya uraikan, bahkan pada
skala politik tertentu, sétan iri dengan “tipu daya
manusia”. Setan merasa kalah ilmu, kalah lihai, kalah ahli, kalah licik, kalah
julik, kalah nekat bahkan kalah nyali dengan modus politik manusia.
Namanya saja Indonesia. Ternyata
nyatanya apapun bisa mengalami proses 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Reduce
berarti mengurangi, reuse berarti menggunakan kembali dan recycle
berarti mendaur ulang.
Wajar jika di éra mégatéga, zaman
mégakasus, pihak yang ingin “menggunting dalam
lipatan” datangnya bukan dari lawan politik. Justru datang dari kawan bermain
Jokowi. Konco dw, bolo dw. Daya tarik kabinet
kerja periode 2014-2019, menjadi semacam bola liar, bola panas yang
diperebutkan semua pihak. Kesemuanya ini memang efek domino dari negara
multipartai. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar