pasca 20
tahun reformasi, generasi pewaris masa depan buka lahan mandiri
Hasil
survei tanpa survei, dengan modus hitung mundur. Disimpulkan, bahwasanya:
Pertama. Antrian anak bangsa
pribumi, putera puteri asli daerah, bumiputera untuk mendapatkan kursi jauh
lebih mengular daripada pembagian sembako dan makan gratis.
Tiap
pergantian tahun ajaran, bangku sekolah sampai bangku kuliah ramai
diperebutkan. Peminat jauh melebih kuota.
Pencari
lapangan kerja, model kantoran atau modal tenaga, rasanya selalu berpacu dengan
laju pertumbuhan dan pertambahan jumlah penduduk.
Kedua. Sistem demokrasi yang
menawarkan pasal, no free lunch. Teman tetap teman, tetapi kalkulasi
tetap jalan. Fitur kalkulator politik hanya ada tanda “+” (tambah) dan tanda
“X” (kali). Tidak ada istilah bagi hasil. Pengurangan pun haram. Kalau tidak
terpaksa, sekuat mungkin dihindari.
Pasca
reformasi yang bergulir deras ke segala penjuru Nusantara, t.m.t 21 Mei 1998,
tak pelak lagi kran demokrasi mengucur tanpa kendali. Bak kuda liar lepas dari
pingitan.
Lepas
dari landasan niat untuk mendirikan sebuah partai politik. Semua sebagai
sempalan PPP, PDI dan Golkar format Orde Baru.
Salah
satu faktor pertimbangan ditetapkannya UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan
adalah:
bahwa untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia,
diperlukan langkah strategis berupa upaya Pemajuan Kebudayaan melalui
Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan guna mewujudkan
masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi,
dan berkepribadian dalam Kebudayaan.
Wajar,
jika hendak berdaulat secara politik di negeri sendiri, maka antar manusia
politik harus saling téga. Dalam satu barisan menuju kursi yang sama, terbatas,
harus cari modus, rekayasa, akal agar unggul raihan suara dalam pesta
demokrasi.
Ternyata,
nyatanya memang besarnya biaya politik sangat menentukan perwujudan cita-cita
menjadi penguasa atau bagian dari penyelenggara negara.
Bagi
yang tidak betaj antri, bisa mendirikan partai politik. Bagi yang tak punya
modal, bisa menjadi perpanjangan tangan penguasa dan atau pengusaha
multinasional. Bilamana memungkinkan sebagai cabang perusahaan tanah seberang.
SIMPUL SEDERHANA
Tak
sia-sia jika wilayah NKRI sudah dikapling-kapling oleh pengusaha, perusahaan
partai politik. Tingkat RT/RW bisa dikondisikan sebagai penggerak aktif yang
langsung berhubungan dengan masyarakat. Sebagai ujung tombak mampu menyedot
animo.
Namanya
generasi pewaris masa depan, jelas kalau tidak masuk sistem, akan termaginalkan
secara menerus.
Jangankan
generasi pewaris masa depan, generasi usia senja merasa kurang pédé, merasa tak
eksis jika tak merapat ke kaki penguasa. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar