ujaran bebas mengéksploitasi penyakit hati
Dari berbagai artikel, merujuk ke satu rujukan yaitu:
Hasan Muhammad AS-Syarqawi pada kitabnya Nahw ‘Ilmiah Nafsi,[3]
membagi penyakit hati dalam sembilan bagian, yaitu: pamer (riya’), murka
(al-ghadhab), lalai serta lupa (al-ghaflah wan nisyah), was-was (al-was-wasah),
frustrasi (al-ya’s), rakus (tama’), terperdaya (al-ghurur),
sombong (al-ujub), dengki serta iri hati (al-hasd wal hiqd).
Ikhwal lain, lebih dari tiga tahun yang
silam hal ikat-kait-kiat sudah tercetak. Tepat tanggal date modified 12/9/20019
6:17 AM. “servis politik
plus-minus, bahasa tubuh vs ekspresi wajah”. Abaikan definsinya, kata ahli atau model baku.
Tampang kriminal bukan jaminan kandungan hati. Jiwa tak identik dengan
perawakan, postur, raut tubuh. Lagak garang, saat tampil di panggung, muncul
suara keibu-ibuan.
Cerminan jiwa religi maupun adab diri bersifat alami.
Bangun tidur atau gaya spontan, refleks sebagai daya hati. Bukan berarti yang
‘sumbu pendek’ saja yang mampu jujur, apa adanya vs adanya apa, tanpa sempat
merekayasa masukan. Semua ini sifatnya pribadi dengan kepribadian yang masih
utuh, murni, belum terkontaminasi. Daya tangkal religi mampu menapis dan
menepis serbuan.
Tanpa pola banding-sanding-tanding dengan kepala pihak
kamar sebelah. Jelas karakter polesan, tempelan, sepuhan. Kendati masih
karoseri dan komponen lokal. Kalau vermak, operasi plastik sebatas wajar
komersial. Kepalanya saja begitu, maka bentuk badan, postur, struktur tubuh
secara anatomis tak beda jauh.
Budaya berbahasa yang benar sesuai tatabahasa, baik sesuai tatakrama maupun
bagus sesuai tataselera, betul sesuai tatabuku.
Diaduk-aduk, diacak-acak, dibolak-balik. Kecanduan, ketagihan gawai, gadget
melanda anak masih di kandungan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar