akal sehat politik bernusantara sudah diborong habis oleh para pendiri negara
Babak akhir tengah periode –
khususnya periode pertama – kontraktor politik
konsentrasi matak aji (mengeluarkan
kesaktian) karena merasa mampu lanjut ke periode kedua. Unjuk gigi sambil tebar
janji tarik suara. Praktek politik
balas jasa, balas budi vs politik balas dendam. Skenario politik tetap dijaga,
merupakan “landasan hukum” kontrak politik. Salah langkah bisa turun di
tengah jalan.
Konradiksi, bertolak belakang dengan pihakan masuk paruh
akhir periode kedua. Tidak kehabisan akal.
Terapkan metode slow motion. Hadir di acara yang tidak penting. Tampil
selaku bintang tamu pun oké-oké saja.
Cita-cita maju ke periode ketiga. Diakali dengan cari sponsor anyar. Turun
status dari kepala negara atau
kepala daerah menjadi wakil. Beda dengan wakil rakyat, bisa pindah dapil. Atau
ikut parpol anyar.
Jadi kalau akal-akalan, itulah andalan akal sehat politik.
Berharap amandeman atau perubahan kelima UUD NRI 1945. “akal sehat vs syahwat
politik“ menjadi laga sesungguhnya. Kian anak bangsa pribumi primtif nusantara
berakal, banyak akal maka akan berbanding lurus dengan kekurangan akal
sehatnya.
Ironis binti miris tenan. Pihakan yang getol, gebèr uber kaping wolu. Entah pakai akal
siapa. Malah pamer kalau tidak punya akal. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar