diangan-angankan pun jangan
Mengandalkan angan-angan, pengalaman
hidup, rekam jejak-menjejak menjadikan manusia merasa bisa. Ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan terhadap perjalanan hidup generasi pemilik masa
depan sudah sedemikian sistematis, terukur dan dinamis.
Ironis binti miris, jika sensitivitas
generasi pewaris, pelanjut masa depan
sudah punya mainan yang meninabobokan, punya garapan yang serba melenakan.
Persaingan hidup di negeri sendiri menjadikan diri merasa terasing. Rembesan
atau status agresi, infiltrasi, subversi liwat jasa TIK membuat bangsa jenuh
dengan diri sendiri dan hanya waktu yang masih bisa diharapkan.
Budaya peninggalan penjajah bangsa Eropa,
khususnya Belanda, masuk kategori penyakit masyarakat. Dikenal dengan istilah
Molimo atau 5M, yaitu madat, minum, main, madon, dan maling. Ternyata ‘penyakit
masyarakat’ menjadi bidang garap alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,serta
menegakkan hukum, tepatnya Polisi. Bisa kita simak UU 2/2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, fokus pada penjelasan Pasal 15 Ayat (1) Huruf c,
yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara lain:
pengemisan dan
pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika,
pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan
liar.
Namun kiranya, globaliisasi menjadian penyakit masyarakat maupun konteks
sosial-budaya masyarakat dan bangsa Indonesia berwujud Molimo
atau 5M kalah pamor dengan LGBT. Tidak bisa dipungkiri, diingkari,
dilawan secara konstitusional bahwasanya perilaku LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender) adalah produk dunia. Mengingat posisi tawar NKRI di
pentas dunia – yang selalu tawar, hambar – jangan heran jika demokrasi yang
laris di nusantara adalah yang banyak penggemar. Dilakukan oleh semua gender, kelompok usia, strata sosial dan anggota partai,
maka tak bisa diganggu gugat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar