penyambung lidah rakyat vs perpanjangan tangan global
Frasa ‘penyambung lidah rakyat’ melekat pada sosok diri BK. Tidak secara
otomatis tersemat pada anak cucu idelogis BK. Rahasia umum, sehingga ikhwal
dimaksud tak layak dibeberkan di blogspot pribadi ini. Malah mereka alergi,
antipati, sirik. Siapa suruh jadi rakyat. Kalau jadi ketua dewan perwakilan
rakyat, itu pasal lain. Utamakan revolusi mentai untuk abaikan sejenak ‘amanat
penderitaan rakyat’.
Semenjak anak bangsa Nusantara tahu dan kenal partai politik. Émansipasi
utawa persamaan hak antara kaum hawa,
wanita, perempuan dengan kaum adam, pria,
lelaki sudah sejajar, sederajat. Sama-sama punya hak duduk di kursi
penyelenggara negara. Kuota perempuan menjadi pasal dinamis. Peluang emas bukan
untuk anak emas saja.
Kehidupan politik bukan sulap, bukan sihir kendati penuh tipu-tipu. Ada
yang semakin tersipu-sipu. Ada yang serba mau. Pengarusutamaan gender
melahirkan watak serakah politik. Bukan juga. Kode etik politik serakah begitu bunyinya. Tak pakai lama, tak perlu antri
atau merintis muali dari nol. Tumpukkan keringat leluhur melicinkan
langkah politik.
Indonesia terbuka ramah, bagian utama pasar bebas dunia. Adab bernusantara, ramah kebijakan dan kepentingan global. Masyarakat ekonomi ASEAN
melambungkan harga diri anak bangsa. Merasa global asli di atas
nasionalisme. Garam dapur saja terasa asing. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar