oportunisme bakalan kaping wolu, titik putih vs titik putih
Pemilihan umum (pemilu) oleh penguasa tunggal rezim politik-militer
Orde Baru didaulat menjadi pesta demokrasi. Pestanya rakyat. Berkat kemanfaatan
demokrasi multipartai sederhana, maka
pemilu 2024 rakyat tinggal terima jadi. Parpol pemula 2024
berharap-harap cemas. Pemilih pemula 2024 cemas berharap-harap. Kalau memakai
metode dikawinsilangkan, akan menghasilkan rasa yang tanpa rasa.
Kenyataan yang ternyata terasa nyata, bakalan capres dan atau
cawpres punya pangsa pasar tersendiri. Manusia ekonomi multinasional,
semiglobal tak mau ambil pusing sendiri. Propanda, promosi, provokasi demi
jalannya usaha lima tahun ke depan tetap mulus. Inilah pertarungan sejatinya.
Ingat peran wapres selama sejak ada di NKRI. Mulai dari
dwitunggal, ban serep, matahari kembar, pendulang suara.
Sikap apatis, nada antipati, ujar alergi, sinyal apriori
pemilih pemula merupakan kilas balik, refleksi dari tindak tutur, tingkah laku
penguasa. Ditarik mundur, ujung-ujungnya ketemu fakta bahwa parpol juara umum
2014 plus 2019 tak siap menang. Kendati oknum ketum dengan hak prerogatifnya
ahli menangis. Mencetak air mata buaya. Biar dikira peduli nasib bangsa.
Episode “ayam
petelur digadang jadi ayam petarung”. Adat
sabung ayam, analog dengan pesta menegak
miras industri tradisional, rumahan,
bebas sanksi hukum. Kendati
budaya lokal bagian sentral budaya nusantara. Karena mengakar bareng
pembentukan masyarakat yang masih lekat animisme-dinamisme. UU Pornografi tidak
bisa sembarangan diterapkan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar