Halaman

Minggu, 26 Agustus 2018

utang budi politik tak terbayar sampai 7 presiden


utang budi politik tak terbayar sampai  7 presiden

Budaya asing peninggalan penjajah masih merasuki lubuk hati anak bangsa pribumi, bumiputera, putra-putri terbaik aseli daerah. Dikenal dengan istilah mo limo atau 5M. Agar tak menimbulkan multitafsir, penulis sengaja tak membeberkannya.

Entah 5M menyatu menjadi tindak serakah politik. Dimana, yang mana, hal mana, aroma irama politik di éra mégatéga 2014-2019, bangkai politik kehabisan tempat sebagai tempat sembunyi. Petugas partai sampai lapis dasar manusia politik, malah bangga dengan kejahatan politik yang sudah tanpa tanding.

Padahal, kakek nenek moyang kita tak jemu-jemunya berujar dari generasi ke generasi. Bahwasanya, tindak pidana korupsi, laku budaya korupsi, politik korupsi vs korupsi politik berdampak mundurnya peradaban satu generasi. Karena efek domino korupsi di éra mégatéga 2014-2019 lebih dahsyat daripada main judi. Pemain judi selalu tak akan pernah menang. Sampai ludes harta benda pun tak akan mundur.

Judi politik menjadi tradisi di negara multipartai. Maksudnya, menjadi ciri khas, karakter nasional, watak bangsa sebuah negara yang sedang, selalu, masih dan akan berkembang.

Berutung, Indonesia mempunyai dasar negara Pancasila. Berkat kesaktian Pancasila, mempu mengkukuhkan dan mengkokohkan kedudukan presiden ke dua RI, sebagai penguasa tunggal Orde Baru dengan 6 (enam) kali pemilu.

Pesta demokrasi di era reformasi, mewujudkan aturan main bahwa juara umum, pemenang pertama merasa berhak mengambil semua (the winner take all). Serakah politik mulai terasa formal di éra mégatéga 2014-2019. Ironis binti miris muncul asas wis téga banget lan édan tenan, tetep ora keduman.

Efek domino cerdas ideologi, muncul aroma irama drama politik yang menterjemahkan kedaulatan – kekuasaan menyelenggarakan negara – ada di tangan juara umum, pemenang pertama pesta demokrasi.

Tak salah kawan. Ambisi, angan-angan, fantasi politik sesuai semboyan BK: ‘gantungkan cita-citamu setinggi langit’. Akhirnya apa yang terjadi, sejarah belum sempat mencatatnya. Minimal tercatat, terindikasi, terdeteksi, terlacak gerakan politik dalam negeri.

Bukan hanya sebagai budak teknologi, khsususnya TIK. Daya akal, olah pikir, kadar nalar, potensi logika politik ditentukan oleh aksi ibu jari tangan. Berakan aksi ibu jari sebagai perpanjangan tangan setan. Mampu menciptakan konflik politik vs politik konflik.

Faham jadul bahwa satu gambar, foto bisa mewakili ratusan kata. Di zaman akhir paruh waktu 2014-2019, satu kalimat mampu mengguncang dunia. Manusia memang pandai jatuh sekaligus bangga dengan pamer bego diri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar