utang budi politik tak
terbayar sampai 7 presiden
Budaya asing peninggalan penjajah masih merasuki
lubuk hati anak bangsa pribumi, bumiputera, putra-putri terbaik aseli daerah.
Dikenal dengan istilah mo limo atau 5M. Agar tak menimbulkan multitafsir, penulis sengaja
tak membeberkannya.
Entah 5M menyatu menjadi tindak serakah politik.
Dimana, yang mana, hal mana, aroma irama politik di éra mégatéga 2014-2019,
bangkai politik kehabisan tempat sebagai tempat sembunyi. Petugas partai sampai
lapis dasar manusia politik, malah bangga dengan kejahatan politik yang sudah
tanpa tanding.
Padahal, kakek nenek moyang kita tak jemu-jemunya
berujar dari generasi ke generasi. Bahwasanya, tindak pidana korupsi, laku
budaya korupsi, politik korupsi vs korupsi politik berdampak mundurnya peradaban
satu generasi. Karena efek domino korupsi di éra mégatéga 2014-2019 lebih
dahsyat daripada main judi. Pemain judi selalu tak akan pernah menang. Sampai
ludes harta benda pun tak akan mundur.
Judi politik menjadi tradisi di negara multipartai.
Maksudnya, menjadi ciri khas, karakter nasional, watak bangsa sebuah negara
yang sedang, selalu, masih dan akan berkembang.
Berutung, Indonesia mempunyai dasar negara Pancasila.
Berkat kesaktian Pancasila, mempu mengkukuhkan dan mengkokohkan kedudukan
presiden ke dua RI, sebagai penguasa tunggal Orde Baru dengan 6 (enam) kali
pemilu.
Pesta demokrasi di era reformasi, mewujudkan aturan
main bahwa juara umum, pemenang pertama merasa berhak mengambil semua (the
winner take all). Serakah politik mulai terasa formal di éra mégatéga
2014-2019. Ironis binti miris muncul asas wis téga banget lan édan tenan, tetep ora keduman.
Efek domino cerdas ideologi, muncul aroma irama drama
politik yang menterjemahkan kedaulatan – kekuasaan menyelenggarakan negara – ada
di tangan juara umum, pemenang pertama pesta demokrasi.
Tak salah kawan. Ambisi, angan-angan, fantasi
politik sesuai semboyan BK: ‘gantungkan cita-citamu setinggi langit’. Akhirnya apa
yang terjadi, sejarah belum sempat mencatatnya. Minimal tercatat, terindikasi,
terdeteksi, terlacak gerakan politik dalam negeri.
Bukan hanya sebagai budak teknologi, khsususnya TIK.
Daya akal, olah pikir, kadar nalar, potensi logika politik ditentukan oleh aksi
ibu jari tangan. Berakan aksi ibu jari sebagai perpanjangan tangan setan. Mampu
menciptakan konflik politik vs politik konflik.
Faham jadul bahwa satu gambar, foto bisa mewakili
ratusan kata. Di zaman akhir paruh waktu 2014-2019, satu kalimat mampu
mengguncang dunia. Manusia memang pandai jatuh sekaligus bangga dengan pamer
bego diri. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar