Halaman

Selasa, 28 Agustus 2018

paruh akhir éra mégatéga, manusia kesétanan vs sétan kemanusiaan

paruh akhir éra mégatéga, manusia kesétanan vs sétan kemanusiaan

Hubungan diplomatik antara iblis (dari golongan jin) dengan manusia terjalin di surga. Aroma irama hubungan lebih pada sifat sombong iblis melihat status penciptaan manusia oleh Allah swt.

Setelah di dunia, manusia nyaris memonopoli watak sombong. Untuk urusan dunia, manusia berkaca pada manusia lain yang lebih unggul, mapan, sukses. Timbul rasa iri dan sejenisnya. Ikhwal ini bersamaan dengan melihat dirinya sendiri. Merasa lebih unggul dibanding manusia lainnya.

Manusia menjadi ladang usaha setan. Setan laki-laki dan setan wanita gentayangan di muka bumi –  tak terikat waktu dan tempat – melakukan aksi hasut, tindak bisik, modus provokasi. Diartikan setan adalah watak. Membaca istiazah untuk mohon perlindungan Allah swt dari godaan setan terkutuk.

Setan merasuki pribadi manusia bersama aliran darah. Ujung kuku jari yang dekil menjadi markas favorit setan. Banyak pasal yang menyebutkan akhirnya tubuh manusia menjadi persemaian setan dengan segala atribut politiknya.

Setan berkondé tak kalah ganasnya ditandingkan dengan setan bréwokan, bercambang. Sama-sama merasa bisa. Watak sombongnya di atas rata-rata nasional. Sesama setan dilarang saling menjagal dan menjegal. Kawanan, koalisi, kongsi, konspirasi antar setan beda ideologi, membentuk barisan. Setan memang bertanduk.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar