INDONESIA–ku 73 tahun, ramuan
Islam Nusantara vs oplosan Islam Nusantara
Indonesia ramah investor. Pokoknya ramah sekali. Saking
ramahnya, tak mampu untuk marah. Kendati investor internasional tahu-tahu
membuat anak bangsa pribumi yang masih primitif, hidup mengontrak di rumah
sendiri. Senyum getir pun tak membuat kita ketar-ketir.
Keprimitifan apa saja yang masih marak di dunia
nyata generasi pewaris masa depan. Salah satu titik jelas ada di media sosial. Bagaimana
tutur tulis semakin membuktikan kadar otak dan etos jiwanya. Bukan sakit jiwa. Bukan
sirna ingatan. Bukan tunalaras maupun makna lainnya. Tak ada hubungan diplomatik
dengan asas ‘diam itu emas’.
Disinyalir, banyak kaum, komunitas, kawanan yang
berbasis pasal bahwasanya barang siapa mampu menguasai diri, berarti telah
berbuat banyak. Filosofi siapa. Filsafat dari mana.
Modal tutur tulis merasa menjadi pencerah. Olah tulisnya
siap cetak jadi buku. Rujukan bagi penguasa untuk mengedalikan diri dengan
santun, bijak dan merakyat. Kalimat terakhir ini, memang baik dan benar.
Akhir kata, tapi bukan kata terakhir. Islam
diformat ulang. Kemasan yang menawan. Diberi label. Agar tampak bagian integral
dari pola ramah investor. Penganutnya siap siaga hidup ndlosor. Termasuk cak Kun. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar