Halaman

Selasa, 28 Agustus 2018

manusia politik Nusantara tersesat di tahun politik


manusia politik Nusantara tersesat di tahun politik

Betapa cerdasnya bangsa Indonesia. Bukan karena sudah banyak mengkonsumsi pahitnya asam  kehidupan dan manisnya garam impor. Juga bukan karena sejak dalam kandungan sudah terbiasa menonton, membaca silat China. Ada pasal tak terduga yang menjadi biang perkara.

Dikisahkan oleh sejarah yang masih tersimpan rapih dan belum tertulis.

Dasar negara, ideologi nasional Pancasila yang dipraktikkan secara utuh, bulat sampai sesuai dengan kapasitas diri. Satu sila dilaksanakan saja sudah bagus. Masih ada yang menawar. Dengan asas anéka mégatéga, dimungkinkan ideologi asing tak perlu impor. Mereka datang sendiri, menyusul pendahulunya.

Pejuang politik dari era Orde Lama sampai zaman rindu order, yakin total sebagai sumber daya kehidupan. Pengorbanan seminimal mungkin dengan hasil tak terduga. Anak cucu ideologis sampai penganut setia ideologi tak ada kapoknya.

Produk unggulan zaman Orde Lama yang dikenal dengan menu politik ‘nasakom’ mampu menyesuaikan diri. Struktur masyarakat ditengarai adanya masyarakat kurang beruntung, rumah tangga miskin, keluarga pra-sejahtera. Belum yakin dengan stigma tadi, dipertambah dengan ungkapan uneducated people, permanent underclass.

Hasil nyata praktik kerja nyata Pancasila oleh kawanan parpol pro-pemerintah, pro banget, melahirkan akhir paruh periode sebagai tahun politik. Bencana politik berbanding lurus dengan bencana alam.

Efek domino cerdas ideologi, muncul aroma irama drama politik yang menterjemahkan kedaulatan – kekuasaan menyelenggarakan negara – ada di tangan juara umum, pemenang pertama pesta demokrasi. Diperjelas, pemenang otomatis berhak mendapat jatah utama, porsi terbesar, bagian terbanyak.

Semangkin banyak acuan, pedoman, kode etik, aturan main untuk main politik, malah menjadikan petugas partai semakin membabi buta. Tak urung, loyalis penguasa bak pemakan segala. Bak babi kesurupan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar