Halaman

Jumat, 17 Agustus 2018

kamus politik Nusantara, pecundang gampang meradang


kamus politik Nusantara, pecundang gampang meradang

Pengakuan tak resmi manusia politik sebagai bukti perkembangan. Bukan karena terwakili dari bahasa tubuh petugas partai. Bukan pula karena daya bélatuan loyalis yang total jenderal.

Mulai dari sono-nya. Ingat semboyan patriotisme, heroisme, nasionalisme total: pejah gesang ndèrèk Bung Karno. Menu politik ‘nasakom’ BK, tetap bergulir sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan zaman. Ideologi tak ada kapoknya. Pasang surut dinamika politik menambah kebal muka.

Menyatu dengan alam. Mereka belajar dari ulat daun yang ahli gerogot. Kesenggol sedikit, langsung mengeluarkan sungutnya. Bukan bak cacing tanah, badan remuk, terberai keinjak masih mampu menggeliat pongah.

Manusia politik, bersifat individu dan tak ada ikatan antar individu. Kode etiknya adalah sebagai manusia bebas, tanpa batas dan tanpa rasa. Sampai bentuk sistem atau kawanan dengan asas sama rasa sama rata.

Mengapa orang dan atau manusia Indonesia memilih jalur politik. Terbayang dan format politik reformasi adalah cara sederhana merebut, mempertahankan, merebut kembali kekuasaan secara konstitusional.

Garangnya pembantu presiden 2014-2019 menjadikan mantan angkatan atau angkatan yang masih aktif, adu garang. Bukan bela negara. Bélatuan dengan segenap jiwa raga.

Di lapisan masyarakat, semangat menghinakan diri, menistakan diri dengan aneka ujaran berbasis bodoh diri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar