ketika Ulama
dikriminalisasi dan atau diajak berkongsi
Adalah Pancasila, satu-satunya dasar negara maupun
ideologi nasional di dunia dan di muka bumi yang hanya ada dan hidup di NKRI. Maka
dari itu, oleh karena itu jika ada aneka kejadian perkara, tak bisa
dibandingkan, disandingkan, ditandingkan dengan negara lain.
Negara lain – mau negara maju, mau negara lebih dahulu
merdekanya, mau lebih banyak populasi penduduknya . . . – bebas komentar apa saja. Tentang apa dan
siapa saja. Suara sumbang lokal pun tak kalah garangnya. Keluar dari mulut
pejabat, petinggi partai atau manusia dan atau orang tunalaras.
Lalu lintas peradaban buka mulut, baku kata, silang
ujaran sudah melebihi ambang batas ketimuran. Tak terhitung, karena dalam
hitungan menit, tulisan di media massa dan turunannya. Rasanya Pancasila apa
masih ada! Ada dimana kawan?
“Menjilat ludah sendiri” kiasan yang bukan
pasal tabu, tidak termasuk dalil aib bagi manusia politik. Lebih dari itu malah
bikin bangga pelakunya. Efek domino revolusi mental menjadikan manusia politik bermental
apa saja. Yakin diri untuk melakukan tindak apa saja. Pokoknya menang.
Lawan politik harus dibasmi sampai pendirinya. Lebih
berbahaya daripada musuh bangsa dan negara. Bisa bermain disemua lni. Merasuk ke
jiwa bak musuh dalam lipatan selimut. Bertengger di depan mata.
Jika tidak ikut arus, orang yang ahli renang pun, akan
terseret ombak politik. Juru sorak, tukang keplok, relawan maupun penonton pun,
akan mengalami nasib yang tak jauh beda. Orang baik-baik, karena salah tempat
dan keliru waktu, bisa terkena imbas kebijakan politik. Dimana-mana orang
senang main politik.
Berkat kecanggihan hukum, dari sebagai sekedar
saksi bisa naik kasta menjadi teranggap, terdakwa, terduga, tersangka, tertuduh
atau makna lainnya. Semula sehat bugar bisa berakhir menjadi pesakitan.
Ironis binti miris. Pihak yang semula didaulat
sebagai tembok penghalang, batu sandungan. Berkat kepentingan yang lebih
penting, tanpa malu-malu akan dirangkul menjadi batu loncatan, batu pijakan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar