INDONESIA–ku 73 tahun,
lidah Nusantara vs lidah Nusantara
Tak salah ingat, tak lupa ingatan, tak kurang
ingatan akan lagu ‘Nusantara’ Koes-Bersaudara. Ada gelaran ilmu dengan judul
‘Wawasan Nusantara’.
Pihak lain, ungkapan ‘memang lidah tak bertulang’ menjadi motivasi untuk melihat kutu di seberang
lautan. Aneka ujaran pada propaganda dan pengganda berita, bukan sekedar produk
dimaksud. Ahlinya secara konstitusional ada di tangan yang paling berwenang.
Anatomis, lidah ternyata banyak kandungan ototnya. Jenis
maupun jaringan otot. Makanya, manusia bebas berujar. Contohnya, karena masih
berjalan, susah untuk didokumentasikan. Menyangkut wibawa negara dan nama baik
penguasa.
Kendati lidah manusia tak bercabang, namun daya
jelajahnya melampui makhluk yang lidah bercabang. Daya kunyahnya melebihi lidah
bergerigi milik makhluk hidup lainnya.
Walhasil, manusia sebagai satu-satunya makhluk
lidah berbisa. Bukan karena gigitannya. Bukan karena kemanjuran taringnya, kekuatan
cakarnya, efek kibasan ekornya.
Daya ucap, tutur, cuap . . . anak bangsa pribumi,
putra-putri terbaik Nusantara, tak ada duanya. Kontradiksi dengan lelang otang
manusia Indonesia, maka lelang lidah Nusantara, tak ada yang menawar.
Ojo-ojo, donor lidah Nusantara
di bursa mancanegara. Jam terbang, rekam jejak lidah Nusantara, di atas
rata-rata standar angka kemiskinan PBB. Maksudnya, miskin bicara, tuna ujaran, ramé ing gawé. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar