kamus politik Nusantara,
tindak loyalis penguasa ahli menistakan diri sendiri
Bentuk cerdas ideologi anak bangsa pribumi adalah
berorientasi kepada orang. Kepada tuah serapah oknum ketua umum. Hak prerogatif
ketua umum sebuah partai politik mampu menentukan nasib penganutnya. Siap dijadikan
apa saja. Termasuk menjadi petugas partai dengan jabatan presiden.
Zaman akhir Orde Lama, muncul istilah kultus
individu, vested oriented. Kécap nomor 1. Sebelumnya marak jargon patriotisme,
heroisme, nasionalisme total: pejah gesang ndèrèk Bung
Karno.
BK yakin dengan ideologi yang dirancangbangunkannya.
Agar lebih merakyat dan sekaligus mendunia, memakai ramuan asing. Menu politik ‘nasakom’
bermanfaat menumbangkan dan mengakhiri riwayatnya sebagai mandataris MPR.
Ketokohan memang melekat pada sosok. Tidak terikat
jabatan, waktu dan tempat. Lebih dari 2 (dua) orang melakukan safari, tour bareng,
jelajah harus menunjuk 1 (satu) orang sebagai pemimpin, ketua, komandan.
Memang agak meloncat atau melenceng.
Sistem feodal masih terasa di pola rekrutmen parpol
sampai model pesta demokrasi.
Demograsi, populasi, kependudukan menjadikan hak
politik rakyat hanya berjalan satu sisi, yaitu menggunakan hak pilih. Aturan untuk
mengusulkan pilihan, tidak semudah rumusan mana pun, teori siapa pun.
Walhasil, tangan parpol yang menentukan wakil
rakyat, kepala daerah sampai kepala negara. Wajar kalau NKRI identik negara
multipartai.
Di pasar bebas dalam negeri. Kawanan pencoblos
gambar orang yang menang pemilihan presiden, merasa menjadi bagian penting dari
republik merah putih. Merasa berhak menentukan jalan dan nasib negara. Merasa digdaya,
ora tedas tapak paluning pandé. Besar kepala dan kepala batu.
Ramuan ujaran kebencian yang diantisipasi oleh
aparat keamanan, secara tak langsung memberi sinyal bahwa lalu lintas
perkabaran, mutlak di tangan yang paling berhak.
Ironis binti miris, anak bangsa Nusantara yang
titel akademisnya melebihi panjang nama diri, sibuk meramu kata dan kalimat heroik,
patriotik. Sampah kalimat mereka bertebaran di media sosial. Menjadi ciri
bangsa yang rendah budi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar