Halaman

Rabu, 15 Agustus 2018

kamus politik Nusantara, tindak loyalis penguasa ahli menistakan diri sendiri


kamus politik Nusantara, tindak loyalis penguasa ahli menistakan diri sendiri

Bentuk cerdas ideologi anak bangsa pribumi adalah berorientasi kepada orang. Kepada tuah serapah oknum ketua umum. Hak prerogatif ketua umum sebuah partai politik mampu menentukan nasib penganutnya. Siap dijadikan apa saja. Termasuk menjadi petugas partai dengan jabatan presiden.

Zaman akhir Orde Lama, muncul istilah kultus individu, vested oriented. Kécap nomor 1. Sebelumnya marak jargon patriotisme, heroisme, nasionalisme total: pejah gesang ndèrèk Bung Karno.

BK yakin dengan ideologi yang dirancangbangunkannya. Agar lebih merakyat dan sekaligus mendunia, memakai ramuan asing. Menu politik ‘nasakom’ bermanfaat menumbangkan dan mengakhiri riwayatnya sebagai mandataris MPR.

Ketokohan memang melekat pada sosok. Tidak terikat jabatan, waktu dan tempat. Lebih dari 2 (dua) orang melakukan safari, tour bareng, jelajah harus menunjuk 1 (satu) orang sebagai pemimpin, ketua, komandan.

Memang agak meloncat atau melenceng.

Sistem feodal masih terasa di pola rekrutmen parpol sampai model pesta demokrasi.

Demograsi, populasi, kependudukan menjadikan hak politik rakyat hanya berjalan satu sisi, yaitu menggunakan hak pilih. Aturan untuk mengusulkan pilihan, tidak semudah rumusan mana pun, teori siapa pun.

Walhasil, tangan parpol yang menentukan wakil rakyat, kepala daerah sampai kepala negara. Wajar kalau NKRI identik negara multipartai.

Di pasar bebas dalam negeri. Kawanan pencoblos gambar orang yang menang pemilihan presiden, merasa menjadi bagian penting dari republik merah putih. Merasa berhak menentukan jalan dan nasib negara. Merasa digdaya, ora tedas tapak paluning pandé. Besar kepala dan kepala batu.

Ramuan ujaran kebencian yang diantisipasi oleh aparat keamanan, secara tak langsung memberi sinyal bahwa lalu lintas perkabaran, mutlak di tangan yang paling berhak.

Ironis binti miris, anak bangsa Nusantara yang titel akademisnya melebihi panjang nama diri, sibuk meramu kata dan kalimat heroik, patriotik. Sampah kalimat mereka bertebaran di media sosial. Menjadi ciri bangsa yang rendah budi. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar