Halaman

Selasa, 14 Agustus 2018

diléma tegakkan negara, ikatan sentimèn politik vs ikatan moral bangsa

diléma tegakkan negara, ikatan sentimèn politik vs ikatan moral bangsa

Memang tak ada kaitan, interaksi fungsional antara politik, partai politik dengan sebuah bentuk ideologi. Terlebih apalagi kesatuan aktif  dengan Pancasila. Parpol yang tumbuh di NKRI, masih sebatas kawanan, kumpulan manusia politik yang kejar berhala reformasi 3K (kuasa, kuat, kaya).

Manusia politik – selain ada sebutan manusia ekonomi, manusia sosial – dengan jam terbang, rekam jejak, pengalaman hidup, raihan duniawi malah membuat semakin jauh dari kategori negarawan.

Negarawan tidak serta merta diraih dengan begitu saja, karena ybs pernah jadi kepala negara. Minimal telah membuktikan pengabdian tanpa cacat kepada negara melalu jalur politik dan atau partai.

Bukan salah sejarah kalau akhirnya menu politik NKRI, terbukti ringan di sistem multipartai. Miniatur dasar ideologi yang ada di muka bumi. Nyaris ada yang menjadi ajaran dan model atasi susah hidup.

Piramida struktur kekuasaan, semakin runcing. Semakin runcing, akhirnya struktur puncak menjadi rentan, riskan, rawan. Namanya politik, yang haram asal konstitusional, tidak bisa dipidanakan. Yang tak masuk akal, namun sesuai kamus politik, menjadi lagu wajib. Semua kejadian ini berlangsung di periode 2014-2019.

Klimaks, puncak brutalisme, prémanisme, radikalisme kawanan parpol pro-penguasa, dengan segala multièfèk dominonya. Selain modus memposisikan presiden hanya sebatas petugas partai. Tahun politik, menjadikan presiden yang sedang, masih praktik, tak punya kuasa untuk menunjuk cawapres 2019.

Bersyukur, anak bangsa pribumi yang pada umumnya di posisi dasar piramida struktur kekuasaan, tetap menjaga persatuan dan kesatuan. Tahan goncang dan gonjang-ganjing. Tahan tekanan, intimidasi dari pihak manapun. Terbiasa kencangkan ikat pinggang. Kebal terhadap fitnah penguasa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar