Halaman

Selasa, 14 Agustus 2018

bonus idélogi non-Pancasila, tak pakai lama vs tidak perlu mikir


bonus idélogi non-Pancasila, tak pakai lama vs tidak perlu mikir

Praktik demokrasi Nusantara menghadirkan aneka aksi. Antara yang aneh dan lucu menjadi terpadu padan, seimbang. Antara yang menggelikan dan menjengkelkan sulit dibedakan. Antara yang rekayasa, manipulasi, modus dengan spontanitas, alami, wajar nyaris satu panggung. Tergantung persepsi mata telinga penggugah atau yang merasa tergugah.

Rasa muak, mual, mulas diaduk menjadi satu kesatuan dengan rasa haru, iba melihat tindak tanduk, tingkah polah manusia politik yang sedang berkuasa.

Propaganda kinerja penguasa di layar kaca, menjadi hiburan getir. Tawa pemirsa yang mentertawakan diri sendiri. Merasa tertipu hidup-hidup. Adegan, acara, atraksi tetap bergulir tak kenal watak, karakter dan peradaban. Peringkat sebagai tujuan utama dan pertama.

Di wadah lain, melalui media sosial. Kawanan loyalis penguasa tak kurang obral kata bak kentut tanpa celana. Klimaks, puncak tindak brutalisme, aksi prémanisme, gerak radikalisme kawanan parpol pro-penguasa, dengan segala multièfèk dominonya, semakin membuka tabir dan aib diri.

Kadar loyalis, bak udang terbungkuk-bungkuk meringkuk di balik batu. Burung pungguk merindukan bulan. Sampai injure time, masih berharap ada sisa berhala.

Aroma irama politik Nusantara semakin mengharu-biru. Mana ujung mana pangkal. Mana yang gemar disanjung mana yang hobi main akal. Mana yang doyan adu tarung dengan mana gemar main sangkal.

Merahnya merah-putih semakin merah. Berani melibas siapa saja. Maksudnya, siap menerima order jasa tukang libas. Kalau tak mau diajak rembuk, pakai cara main gebuk habis-habisan, habis perkara. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar