BK: “beri aku satu
kalimat ujaran kebencian, akan kuguncang Indonesia”
Adalah alat negara. Khususnya yang didaulat untuk menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum. Tampak mempunyai peran berlapis.
Singkat kata. Dangkal kalimat. Alat negara dimaksud
berhubungan langsung dengan masyarakat. Di jalan menjadi ajang musyawarah untuk
mufakat. Kompromi dua arah mejadi menu harian. Jalan tengah menjadi solusi
tepat guna, tak perlu pakai lama. Pokoknya, semua ikhwal damai di tempat ada
tarifnya.
Di pucuk pimpinan, terjadi loyalitas total
jenderal. Menjadi alat pengaman wibawa negara. Siap bela penyelenggara negara
yang sudah bagi nikmat dunia. Pundak semakin berbintang untuk menerima beban
tugas bangsa dan negara.
Kepengetahuannya tentang masyarakat, yang dioplos
dengan ilmu dari negara ‘polisi dunia’, semakin menjadi alat yang tajam ke
bawah. Kemana saja sesuai arus politik.
Menurut kaca mata intelijen, banyak cikal bakal
ancaman mengincar kehidupan rakyat. Tak heran, “ancaman” dimaknai sebagai (Pasal
1 butir 4 UU 17/2011 tentang Intelijen Negara) :
Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan
keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
Salah satu ancaman berupa hasutan-hasutan atau
provokasi. Untuk ini Kapolri telah
menetapkan Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/06/X/2015,
tanggal 8 Oktober 2015, tentang PENANGANAN UJARAN KEBENCIAN (HATE SPEECH).
Berdasarkan SE tersebut, Polri melakukan tindakan
preventif, antara lain kepada para Kasatwil agar melakukan kegiatan :
mengefektifkan dan mengedepankan fungsi
intelijen untuk mengetahui kondisi real di wilayah-wilayah yang rawan konflik terutama akibat hasutan-hasutan atau provokasi,
untuk selanjutnya dilakukan pemetaan sebagai bagian dari early warning dan early detection
Mengacu Pasal 1 butir 1, UU 17/2011 yang dimaksud
dengan :
Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan
kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis
dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian
dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan
setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
Kita harus bangga dan bersyukur, bahwa gaduh
politik antar penyelenggara negara tidak masuk kategori “hasutan-hasutan atau
provokasi”. Justru, gaduh politik
menyebabkan investor asing enggan masuk Indonesia. Atau, investor asing yang
sudah bercokol malah hengkang. Investor politik 2014-2019 kebal terhadap aturan
politik dan hukum Nusantara.
Agar lalu lintas politik dalam negeri di bawah satu
kendali, diterapkan aturan ganjil-genap. Artinya, anak bangsa yang berwatak
ganjil, agak aneh atau agak-agak, bisa diberdayakan secara formal. Menjadi
fungsional. Sedangkan sisanya, yang sudah agak genap, bisa dijadikan anggota
yang siap bela yang bayar.
Barangsiapa ingin mempertahankan kekuasaan yang
sedang di tangan. Pakai rumus siapa yang menguasai media massa akan bisa bebas
bertindak. Tindak tulis maupun tindak tutur, atau tindak ujaran. Ditunjang
dengan laju kemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Agen propaganda, agen pengganda berita aspal,
korporasi penabur dan penebar fitnah dunia, yang merupakan segitiga setan.
Saking mahirnya, pihak ketiga bukan sekedar bagian dari poros politik, tetapi
sudah merupakan poros terselubung. Bisa berada di mana saja, bisa bagian siapa
saja. Atau mandiri yang penting untung atau sebagai pihak yang mengambil kesempatan.
Akhir kata, tutup kalimat. Politik konflik vs
konflik politik semakin marak berbanding lurus dengan konflik horizontal antar
anak bangsa. Ini bagian yang dipelihara oleh negara. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar