Halaman

Jumat, 17 Agustus 2018

Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau di Pekarangan Rumah Tinggal


Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau di Pekarangan Rumah Tinggal

Ironis binti miris, jika anak bangsa pribumi di pangkuan Ibu Pertiwi, niat dan minat menikmati alam nan hijau, harus keluar rumah. Keluar kota. Menuju pedesaan. Melihat padang rumput, hamparan sawah dan barisan pohon serta menyimak kicau burung.

Lingkungan hidup sekitar tempat tinggal, mengalami penyederhanaan makna. Terminimalisasi dan atau termajinalkan secara formal. Dalil harga lahan mendekati pusat pemerintahan, semakin tak terjangkau kantong rakyat. Menjadikan kapling rumah tinggal dengan ukuran minim tapi kaya manfaat.

Akhirnya, berdasarkan daya beli, daya belanja penduduk yang masih menghuni rumah tidak layak huni (RTLH atau rutilahu), harus peras otak dan putar keringat. Kondisi lingkungan RTLH mempunyai prospek sebagai ajang praktik ruang terbuka hijau.

Ruang Terbuka Hijau
Mengacu pada UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, khususnya pada :
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

31.  Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Ruang terbuka hijau terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

Ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Jadi tulisan ini lebih memakai makna ruang terbuka hijau privat.

Ruang Luar Rumah Tinggal
Mengacu pada UU 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, khususnya pada :
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
38.     Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

Jadi, rumah tinggal (tak ada  kiatannya dengan RTLH atau rutilahu) sebagai bangunan gedung, mau tak mau, dalam ikhwal pengembangan mandiri pasca pengembangan rumah swadaya, atau kemandirian pasca konstruksi mengacu pada UU 28/2002 tentang Bangunan Gedung.

Dimulai dengan menyimak UU 28/2002 khususnya pada :
Paragraf 3
Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung
Pasal 14
(4)     Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

Penjelasan Ayat (4) :
Ruang luar bangunan gedung diwujudkan untuk sekaligus mendukung pemenuhan persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan bangunan gedung, disamping untuk mewadahi kegiatan pendukung fungsi bangunan gedung dan daerah hijau di sekitar bangunan.

Ruang terbuka hijau diwujudkan dengan memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah serta permukaan tanah, dan dapat berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi serta estetika.

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
Kearifan lokal maupun kecerdasan lokal kakek-nenek moyang kita saat memanfaatkan kaveling tanah, lahan pekarangan, kebun, halaman, ruang terbuka atau sebutan lainnya, perlu dijadikan produk hukum.

Pekarangan tidak hanya sekedar lansekap arsitektur yang bercitra rasa seni budaya. Manfaat  eksistensinya bila diolah dan dikelola dengan tepat manfaat, akan memiliki bermacam manfaat. Upaya nyata dengan teknologi penataan dan pemanfaatan pekarangan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga.

Pekarangan dimanfaatkan dan dikelola melalui pendekatan terpadu dengan berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, untuk menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga.

Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL). RPL adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam.

Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Selain itu, KRPL juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil.

Prinsip dasar KRPL adalah: (i) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan, (ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (iii) konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, ikan), dan (iv) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju (v) peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk menjaga keberlanjutan dan mendapatkan nilai ekonomi dari KRPL, pemanfaatan pekarangan diintegrasikan dengan unit pengolahan dan pemasaran produk.

Hal ini dimaksudkan sebagai upaya penyelamatan hasil yang melimpah dan peningkatan nilai tambah produk.

Dampak yang diharapkan dari pengembangan KRPL antara lain:
a.      Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan secara lestari.
b.      Meningkatnya kemampuan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga (toga), ternak dan ikan, serta pengolahan hasil dan limbah rumah tangga menjadi kompos.
c.       Terjaganya kelestarian dan keberagaman sumber pangan lokal.
d.      Berkembangnya usaha ekonomi produktif keluarga untuk menopang kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan lestari dan sehat.

a.      Kelompok Lahan Pekarangan di Kota
1)     Rumah Tipe 21 (luas tanah sekitar 36 m2), tanpa halaman
2)     Rumah Tipe 36 (luas tanah sekitar 72 m2), halaman sempit
3)     Rumah Tipe 45 (luas tanah sekitar 90 m2), halaman sedang
4)     Rumah Tipe 54 (luas tanah sekitar 120 m2), halaman luas

b.     Kelompok Lahan Pekarangan di Desa
1)     Pekarangan Sangat Sempit (tanpa halaman)
2)     Pekarangan sempit (<120 m2)
3)     Pekarangan sedang (120-400 m2)
4)     Pekarangan luas (>400 m2)

Simpul Sederhana
Jujur saja, masih banyak acuan hukum untuk mendukung tulisan ini. Kendati hanya sebagai penggembira, berharap agar pembaca semakin terbuka wawasannya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar