Halaman

Rabu, 22 Agustus 2018

netralitas kepala daerah vs daya kriminal koalisi


netralitas kepala daerah vs daya kriminal koalisi

Lawak politik 2018, dengan tema  Koalisi Indonesia Kerja (KIK) menegaskan bahwa kepala daerah akan menjadi bagian kekuatan pemenangan presiden yang masih aktif. Ini bukan kejahatan politik. Cuma bentuk dasar dari cerdas ideologi yang lebih mementingkan serakah politik. Siapa dulu pencetusnya.

Wajar, jika ASN dengan PNS-nya sebagai anak buah gubernur, bupati maupun walikota, wajib taat perintah atasan. Siap diposisikan sebagai apa saja. Asal loyal total. Bilamana dipandang perlu, maka dalil setor upeti dengan basis senang sama senang.

Tambah runyam jika kawanan pembantu presiden dari komponen pro-pemerintah. Ikut menjadi mesin pencetak suara hak pilih rakyat. Uji coba kesetiaan, loaylitas, ketaatan, kepatuhan. Utamakan kewajiban sebagai abdi negara, abdi pemerintah.

Iseng lihat kilas surat dari Komisi Aparatur Sipil Negara (Indonesian Civil Service Commission), Nomor : B-2900/KASN/11/2017, tertanggal Jakarta, 10 November 2017, hal Pengawasan Netralitas Pegawai ASN pada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2018. Terasa ada yang kurang sajèn. Ada sesuatu yang ditutupi dengan sengaja dan seksama. Tepatnya, tidak berlaku pada pilpres 2019. Sederhana. Titik

Pegawai ASN yang adalah juga penyelenggara negara, aparat birokrasi, abdi pemerintah sampai sebutan yang situasional, bagaimanapun juga tak akan lepas dari intervensi politik. Terasa nyata dengan PP 11/2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, sudah menyuratkan dengan nyata dan benderang di Pasal 1 ayat 1 :
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.     Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Penjelasan tentang “bebas dari intervensi politik” tak dijelaskan dalam PP dimaksud. Artinya, sudah rahasia umum. Sesuai pasal tak tertulis ‘tahu sama tahu’. Kebijakan pemerintah daerah tak bisa dipolitisir.

Secara awam bin dawam, rakyat gaham bahwa ‘kejahatan politik’ bisa melekat pada bab, pasal di UU partai politik, UU pesta demokrasi, UU wakil rakyat dan wakil daerah, UU kepala daerah, UU presiden dan wakil presiden, UU pemerintahan daerah. Kurang apa lagi kawan.

Rakyat Nusantara yang terbiasa antar periode mengkencangkan ikat pinggang. Karena memang itu bisa dan kebiasaannya. Dibebani atau diimbangi dengan kendorkan saraf politik. Jangan terkontaminasi aroma irama politik “manusia yang sedang sekarat”.

Tak perlu pakai asas curiga binti syakwasangka. Efek domino revolusi mental mampu memperpanjang menu politik Orde Lama bertajuk ‘nasakom’ bebas blusukan. Disesuaikan dengan tuntutan zaman. Pokoké menang, mbuh carané piyé mbokdé paklik, dudu urusanku. Politik menjadi panglima sekaligus agama bumi. Rebut dan raih kursi kekuasaan, dengan aneka modus, reka rekayasa, aksi manipulasi secara konstitusional. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar