Halaman

Jumat, 31 Agustus 2018

dilema dua periode, hak politik rakyat vs hak kursi penguasa


dilema dua periode, hak politik rakyat vs hak kursi penguasa

Jangan lihat praktik demokrasi, bentuk pemerintahan di negara lain. Masa jabatan pemimpin bangsa sesebentar 4 (empat) tahun. Tidak dibatasi periode. Negara paling banyak penduduknya, presiden seumur hidup.

Idealnya, NKRI mempunyai partai politik lokal. Wilayah kerja sesuai batas administrasi provinsi. Wakil rakyat nasional sesuai domisili hariannya. Tiap partai politik berhak mengajukan calon presiden dan atau calon wakil presiden.

Dimungkinkan karena lambang demokrasi NKRI adalah ‘kursi’. Selama ini, peran kursi menjadi tulang punggung demokrasi. Betapa perebutan suara pemilih untuk meraih jabatan wakil rakyat, kepala daerah bahkan sampai dan yang istimewa adalah jabatan kepala negara.

Lepas dari dalil negara bagian, serikat atau seburan lainnya. Lihat saja semangat otonomi (di) daerah. Soal dana pembangunan daerah masih tergantung pada kebijakan pemerintah pusat, masuk ranah politik.

Antar daerah kurang beruntung silahkan membentuk koalisi, jaringan kesetiakawanan atau bentuk kedaulatan. Gubernur masih menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Dinamika kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat 2014-2019 semakin berjenjang dalam kesenjangan. Jajaran manusia politik yang notabene adalah kawanan penyelenggara negara, merasa di atas angin. Merasa yang menentukan nasib dan jalan kehidupan rakyat.

Sistem politik berbasis kedaulatan provinsi, memberi peluang kepada putra-putri aseli daerah untuk mensejahterakan daerahnya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar