Halaman

Kamis, 09 Agustus 2018

INDONESIA–ku 73 tahun, dukungan parpol vs pilihan rakyat


INDONESIA–ku 73 tahun, dukungan parpol vs pilihan rakyat

Hukum fisika nyaris bisa membeberkan fakta sesuai judul. Kontradiktif, dinamis dan bukan sekedar baku adu. Tak ada asas keseimbangan, apalagi sifat moderat. Toleransi hanya karena ada batas antara yang haq dengan yang batil. Artinya, dalam batas haq, ambil tingakatan haq yang benar-benar tidak meragukan. Tidak samar-samar.

Hukum kimia memberi dasar pendekatan dan pengertian. Dua unsur yang mempunyai aneka beda, tidak bisa disenyawakan. Dipaksakan, nyawa demokrasi menjadi taruhan. Melayang sia-sia. Akhirnya, eksistensi, jati diri sebuah partai politik hanya sebatas aksésori demokrasi. Pemanis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Masih ingat peribahasa “akibat nila sebelenga, rusak susu satu periode”.

Hukum ekonomi lebih menekankan pada hasil akhir yang diharapkan. Bukan pada jalannya cerita. Pakem, tata niaga bisa diperpendek, dipermudah atau sebaliknya. Satu periode sebagai batas harga mati. Sukses tidak sukses, yang penting sukses, gemilang. Untung tidak untung, yang penting balik modal plus bonus tahunan. Dua sisi biaya politik, menjadikan manusia politik pemakan segala.

Hukum lingkungan sekedar membuktikan bahwasanya barangsiapa sepandai-pandai menimpan sampah. Meringankan beban tugas awak dinas bersih dan penyakit masyarakat. dipilah, dipilih, sayang lingkungan. Paket barbeku (barang bekas berkualitas) bisa diuangkan. Atau disumbangkan ke pemulung. Sisanya, sampah organis, menjadi pupuk. Sampah pejabat susah diuraikan secara alami. Pasal makar siap menebas oihak yang iseng main sampah pejabat.

Hukum politik memberi warna abu-abu. Pasal siapa yang berperkara menjadi acuan proses peradilan. Suara rakyat, apalagi dari papan bawah, bisa dipolitisir sesuai skenario penguasa atau peserta pesta demokrasi. proses hitung suara yang berjenjang, tak bebas dari rekayasa dan unsur manipulasi. Menganut asas pasal bebas, asal kebal hukum.

Hukum rimba memberi peluang kepada penguasa untuk memperpanjang tempo main. Bukan mengulur-ulur waktu. Skenario kedaruratan agar kendali negara masih di tangan yang sama. Sampai kondisi negara aman, pulih seperti sedia kala. Darurat bencana alam bisa dijadikan pasal jaga wibawa negara. Menjadi tuan rumah yang sehat, cerdas dan siap siaga dengan segala rasa hormat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar