bergoyang, membuka tabir
dan aib diri
Praktik demokrasi Nusantara tak semulus, sehalus
wajahnya. Sentuhan peradaban membuat topeng politik multimanfaat mengantisipasi
laju gerak aksi karhutla. Sebagai masker mengatasi polusi politik dalam negeri.
Untuk gertak sambal ijo lawan politik yang berani melecehkan martabat oknum
ketum sebuah parpol.
Gerakan politik nasional, beriak dan menghanyutkan.
Tanpa pandang sebelah mata. Riak paling heboh, seolah menjadi biang masalah.
Atau tampak sebagai dewa penyelamat. Mirip film drama Melayu, begitu mau
bubaran, sang pahlawan baru nongol. Itupun numpang liwat. Jual tampang doang.
Antrian cikal bakal pemain, daftar tunggunya
melebihi calon haji. Mungkin, jika tiap provinsi atau kabupaten/kota dengan
jumlah penduduk >2,5% populasi nasional, boleh mendirikan parpol lokal.
Bentuk lain dari otonomi daerah, adalah potensi
daerah untuk membangun daerah. Tidak mengandalkan APBN dan terlebih bantuan
asing. Utang luar negeri boleh. Apa bisa pemerintah daerah langsung utang.
Titik kulminasi, klimaks, puncak tindak brutalisme,
aksi prémanisme, gerak radikalisme, ujaran berbasis kebodohan kawanan parpol
pro-penguasa, dengan segala multièfèk dominonya, semakin menunjukkan jati diri.
Menyegat di tahun politik 2018. Setelah jelas pasangan capres+cawapres yang
ikut laga kandang 2019.
Koruptor semakin tepuk dada, bak pahlawan ideologi
kapiran. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar