Halaman

Senin, 06 Agustus 2018

INDONESIA–ku 73 tahun, ahli sedot WC vs obat tolak angin


INDONESIA–ku 73 tahun, ahli sedot WC vs obat tolak angin

Sila-sila dan lambangnya pada Pancasila, mengilhami maupun daya menghamili lahirnya aneka partai politik. Gaya lama adalah sama tapi tak serupa. Satu induk satu pejantan menghasilkan rupa-rupa karakternya.

Daya juang ideologi Pancasilais, pemerintahan demi pemerintahan, mengikuti sentimen sejarah menjadi daya uang politik. Parpol menjadi mata pencaharian. Diformat sebagai usaha keluarga. Idealisme partai politik merupakan fungsi Rp.  Pelayanan atau profesionalisme dihitung berdasarkan jam kerja. Pakai tarif lembur, sesuai nego.

Akhirnya, anak bangsa pribumi dalam jebakan keprimitifan logika politik. Berulang mengalami kesulitan menetapkan nama maupun memutuskan lambang partai politik. Negara multipartai sebagai sumber bahan lelucon politik. Tampilan oknum ketua umum mirip badut. Aneka ujaran manusia partai mengundang dan mengandung tawa getir.

Persaingan antara parpol, yng mengambil lokasi palagan di pangkuan Ibu Pertiwi. Saling adu multitéga. Semua cara, modus, langkah manipulative menjadi legal. Bebas pasal yang malah membuat mereka tak bisa mengeluarkan jurus sakti, senjata andalannya. Ingat judul jadul “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné”.

Maunya, manusia mau hidup lama, menerus tanpa tutup usia. Atau malah mau hidup kembali untuk memperbaiki rapor amalnya. Menghapus rekam jejak yang minus. Mengulang, memperbaiki, meningkatkan nilai kehidupan yang membuat timbangan amalnya masuk kategori tidak menyenangkan.

Ilmu kakek-nenek moyang dipakai. Kalah sakti, kalah digdaya pakai jurus asing. Kalau perlu transfer pemain asing. Peta politik Nusantara, sampai daerah tak bertuan, kawasan hutan larangan, pulau kecil mencil . . . sudah jelas warna politiknya.

Lapisan bumi yang mendatangkan devisa dan mengundang modal asing untuk bebas bercokol, sudah jelas pemilik kaplingnya. Orang partai. Sistem ijon sudah kedaluwarsa. Putra-putri terbaik daerah yang belum lahir pun sudah dikotak-kotak nasibnya.

Mégaèfèk negara multipartai menimbulkan bencana di atas segala bencana. Alam tetap tak akan jemu, tak pernah kapok mengingatkan bangsa Indonesia. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar