INDONESIA–ku 73 tahun,
ahli sedot WC vs obat tolak angin
Sila-sila dan lambangnya pada Pancasila, mengilhami
maupun daya menghamili lahirnya aneka partai politik. Gaya lama adalah sama
tapi tak serupa. Satu induk satu pejantan menghasilkan rupa-rupa karakternya.
Daya juang ideologi Pancasilais, pemerintahan demi
pemerintahan, mengikuti sentimen sejarah menjadi daya uang politik. Parpol menjadi mata pencaharian. Diformat sebagai usaha
keluarga. Idealisme partai politik merupakan fungsi Rp. Pelayanan atau profesionalisme dihitung
berdasarkan jam kerja. Pakai tarif lembur, sesuai nego.
Akhirnya, anak bangsa pribumi dalam jebakan
keprimitifan logika politik. Berulang mengalami kesulitan menetapkan nama
maupun memutuskan lambang partai politik. Negara multipartai sebagai sumber
bahan lelucon politik. Tampilan oknum ketua umum mirip badut. Aneka ujaran
manusia partai mengundang dan mengandung tawa getir.
Persaingan antara parpol, yng mengambil lokasi
palagan di pangkuan Ibu Pertiwi. Saling adu multitéga. Semua cara, modus,
langkah manipulative menjadi legal. Bebas pasal yang malah membuat mereka tak
bisa mengeluarkan jurus sakti, senjata andalannya. Ingat judul jadul “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné”.
Maunya, manusia mau hidup lama, menerus tanpa tutup
usia. Atau malah mau hidup kembali untuk memperbaiki rapor amalnya. Menghapus
rekam jejak yang minus. Mengulang, memperbaiki, meningkatkan nilai kehidupan
yang membuat timbangan amalnya masuk kategori tidak menyenangkan.
Ilmu kakek-nenek moyang dipakai. Kalah sakti, kalah
digdaya pakai jurus asing. Kalau perlu transfer pemain asing. Peta politik
Nusantara, sampai daerah tak bertuan, kawasan hutan larangan, pulau kecil
mencil . . . sudah jelas warna politiknya.
Lapisan bumi yang mendatangkan devisa dan
mengundang modal asing untuk bebas bercokol, sudah jelas pemilik kaplingnya. Orang
partai. Sistem ijon sudah kedaluwarsa. Putra-putri terbaik daerah yang belum
lahir pun sudah dikotak-kotak nasibnya.
Mégaèfèk negara multipartai menimbulkan bencana di
atas segala bencana. Alam tetap tak akan jemu, tak pernah kapok mengingatkan
bangsa Indonesia. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar