dedikasi tahun politik,
sampah masyarakat vs penyakit masyarakat
Ternyata ‘penyakit masyarakat’ menjadi bidang garap alat negara yang menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat,serta menegakkan hukum, tepatnya Polisi. Bisa kita simak UU 2/2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fokus pada penjelasan Pasal 15
Ayat (1) Huruf c, yang dimaksud dengan "penyakit masyarakat" antara
lain:
pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat
dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah
darat, dan pungutan liar.
Layak diduga mengandung pasal menistakan martabat
bangsa, memelorotkan kadar wibawa negara serta menggerus citra pesona penguasa.
maka yang dimaksud dengan ‘sampah masyarakat’dihapus dari kamus politik dan bahasa politik.
Pelaku tindak pidana korup, masuk stigma sampah
masyarakat. Dalam praktik kebangsaan, lema ‘sampah masyarakat’ berkonotasi sama
halnya dengan pahlawan partai. Maksudnya. sudah menjadi bubur.
Memang, sejauh ini penyakit politik tidak menular. Dikarenakan setiap
pekerja/buruh partai sudah mempunyai trade mark maupun kiat, rekayasa
sosial, manipulasi diri, modus operandi. Ada perbedaan pola sesuai kasta dalam
struktur organisasi parpol.
Rumusan “pejah gesang ndèrèk panguwasa” menjadi penyakit sejarah
yang sulit dihapus dari peta peradaban NKRI. Semboyan heroik adalah “berdiri
paling depan di belakang penguasa”. Siaga 24 jam untuk menerima warisan dan
sekaligus siap hindar diri dari segala kemungkinan arus balik yang merugikan.
Dari periode ke periode,
peradaban manusia politik berevolusi secara meyakinkan. Melaju mulai dari level
bergantung hidup dari alam (depend on nature), mengelola alam (manage
the nature), sampai pada tahap mengendalikan alam (controls the nature)
dan kembali menggantungkan nasib kepada kemurahan alam. Politik sebagai mata
pencaharian.
Degradasi lingkungan
politik tidak terlepas dari kehidupan sosial ekonomi setiap peradaban manusia
politik. Khususnya pihak yang menentukan kebijakan partai. Serakah politik
sudah melampaui ambang batas kesabaran alam. Manusia (serigala) politik dimana
pun bercokol, mampu “menentukan” kebijakan alam.
Tahun politik 2018
dan 2019, aneka tindak kejahatan berbasis ‘sampah masyarakat’ dan atau ‘penyakit
masyarakat’ tidak masuk kejadian luar biasa. Pemerintah tidak perlu impor hukum
negara lain. Modus toleransi atas keberagaman sudah teruji. Loyalis penguasa
mendominasi. Polisi makan polisi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar