pamor Gisha mendongkrak
tayangan
Begitulah ceritanya. Mulanya bukan iseng. Karena proses
dinamis. Bukan asas pilah pilih. Sentimen positif yang dominan. Tepatnya,
proses waktu yang menentukan siapa yang terbukti.
Panggilan jiwa atas beban masa lalu yang belum
dipenuhi. Kegiatan yang terhutang. Tertunda karena masih terikat kontrak kerja.
Masuk waktu sebagai manusia bebas, bukan untuk tebang pilih. Lanjut melunasi
hutang masa lampau.
Karakter fisik, figur, profil, postur, sosok,
tampang memang menentukan pilihan. Walau tidak dirinci secara rinci. Lekuk,
lika-liku, liak-liuk posisi tegaknya, menjadi incaran utama. Tinggi harmonis
menjadi pusat perhatian. Secara anatomis, cari wujud fisik total yang simple,
sederhana tapi tidak kerempèng. Bikin mata melèk.
Proses yang tètèk-bengèk, jelas bukan budaya uji
coba. Seleksi alam terjadi. Pilihan memang agak secara acak.
Satu per satu, aneka model tampil. Radar hati yang
menentukan pilihan. Kriteria pilihan lebih mengarah ke kebutuhan tampilan. Enak
dilihat dan tidak bikin pusing mata.
Dalam hitungan ribuan kali tampil, atau sudah
terbukti di puluhan kali, ratusan kali sebelumnya. Gisha menjadi pilihan utama.
Syarat sesuai format tampilan. Biasanya pakai ukuran 12.
Tak ada waktu untuk menyesali masa muda, mengapa. Mulai kapan, mulai dari mana memanfaatkan
Gisha. Itulah ceritanya. Belum berakhir. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar