bonus idélogi
non-Pancasila, merangkul dan atau mendengkul Ulama
Adalah koalisi, kawanan, komplotan partai politik
pro-penguasa, yang di mana, halmana, daripada itu akhirnya saat menghadapi
lawan politik. Siap, siaga, sigap libas hidup-hidup pihak yang berniat
melecehkan martabat negara. Pihak mana pun jangan coba-coba membuat pengusa tak
senang hati. Jika hati tak senang, apa pun bisa melayang. Pembunuhan karakter
merupakan sanksi ringan.
Tak perlu heran kawan. Tak perlu heran binti takjub
binti terpesona. Menu oplosan ideologi ‘Nasakom’ tak ada matinya. Muncul di
kondisi bagaimana pun. Tidak perlu pakai perang data. Fakta bicara. Sejarah memang
bisa direkayasa, dimodivikasi, dimanipulasi secara konstitusional.
Idéologi nasional Pancasila, melalui olahan
pemerintah, presiden pada waktunya. Tanpa perlawanan berarti oleh rakyat. Sesuai
alenia pertama. Terbukti, anak bangsa pribumi dengan primitive ideologinya,
semakin jauh dari rakyat. Berbanding lurus dengan jauh dari Pancasila.
Puncak brutalisme, prémanisme, radikalisme kawanan
parpol pro-penguasa, dengan segala multièfèk dominonya, menjadi musuh rakyat. Karena
mereka secara yuridi formal sebagai penguasa, maka segala ikhtiar menyuarakan
baik dan benar, akan dijerat dengan pasal makar.
Suara rakyat memang bisa dibungkam dengan aneka
dalih maupun pasal berlapis. Demi wibawa negara sampai kepentingn umum.
Jangankan bahasa rakyat, bahasa bumi. Bahasa langit
pun bisa dibuat mentah. Bisa dibatasi daya jangkau pengaruhnya. Pasal sertifikasi
sampai modus kriminialisasi. Ini bukan bukti utama bahwa Pancasila semakin
terpinggirkan. Termarginalkan secara berperadaban oleh penguasa. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar