Halaman

Senin, 13 Agustus 2018

bonus idélogi non-Pancasila, merangkul dan atau mendengkul Ulama


bonus idélogi non-Pancasila, merangkul dan atau mendengkul Ulama

Adalah koalisi, kawanan, komplotan partai politik pro-penguasa, yang di mana, halmana, daripada itu akhirnya saat menghadapi lawan politik. Siap, siaga, sigap libas hidup-hidup pihak yang berniat melecehkan martabat negara. Pihak mana pun jangan coba-coba membuat pengusa tak senang hati. Jika hati tak senang, apa pun bisa melayang. Pembunuhan karakter merupakan sanksi ringan.

Tak perlu heran kawan. Tak perlu heran binti takjub binti terpesona. Menu oplosan ideologi ‘Nasakom’ tak ada matinya. Muncul di kondisi bagaimana pun. Tidak perlu pakai perang data. Fakta bicara. Sejarah memang bisa direkayasa, dimodivikasi, dimanipulasi secara konstitusional.

Idéologi nasional Pancasila, melalui olahan pemerintah, presiden pada waktunya. Tanpa perlawanan berarti oleh rakyat. Sesuai alenia pertama. Terbukti, anak bangsa pribumi dengan primitive ideologinya, semakin jauh dari rakyat. Berbanding lurus dengan jauh dari Pancasila.

Puncak brutalisme, prémanisme, radikalisme kawanan parpol pro-penguasa, dengan segala multièfèk dominonya, menjadi musuh rakyat. Karena mereka secara yuridi formal sebagai penguasa, maka segala ikhtiar menyuarakan baik dan benar, akan dijerat dengan pasal makar.

Suara rakyat memang bisa dibungkam dengan aneka dalih maupun pasal berlapis. Demi wibawa negara sampai kepentingn umum.

Jangankan bahasa rakyat, bahasa bumi. Bahasa langit pun bisa dibuat mentah. Bisa dibatasi daya jangkau pengaruhnya. Pasal sertifikasi sampai modus kriminialisasi. Ini bukan bukti utama bahwa Pancasila semakin terpinggirkan. Termarginalkan secara berperadaban oleh penguasa. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar