Halaman

Sabtu, 04 Agustus 2018

INDONESIA–ku 73 tahun, diam seribu bahasa vs aksi seribu langkah


INDONESIA–ku 73 tahun, diam seribu bahasa vs aksi seribu langkah

Bukan sindir getir akan kehidupan. Bukan gambaran nyata sistem interaksi sosial antar kasta penduduk, strata masyarakat, status warga negara. Bukan tingkat kepedulian pemimpin bangsa (baca: penguasa) dengan rakyat.

Demam batu mulia, pernah melanda Nusantara. Pertanda alam yang hanya disikapi secara ekonomis. Sampai yang terkini, pasca gerhana bulan sabtu 28 Juli 2018, ilmu manusia masih bungkam. Alam berkata dengan lembut, memang telinga manusia tak mampu mendengar. Tak mampu menyerap fenomena alam.

Anomali politik sudah sampai menggoyahkan dasar persatuan dan kesatuan. Pelaku, penggiat, penggila, pemain, petugas partai sibuk dengan nasibnya. Tahun politik semakin meneguhkan bahwa politik bukan untuk mengurus negara. Menguras harta dan kekayaan negara, iyalah.

Perguliran aroma irama politik sudah tidak bisa membedakan mana tangan kanan, mana tangan kiri. Semua yang dianggap melakukan kebodohan, harus dilibas. Tindas habis sebelum tunas. Lumat tuntas sebelum mewabah dendam kesumat.

Media sosial menjadi ajang menistakan diri dengan aneka ujaran tertulis. Bahasa yang dipakai, semakin liar merasa semakin cerdas ideologi. mereka, pihak yang ahli mensitakan diri, dengan bangga dan sengaja menjerumuskan diri, memblusukkan diri sebagai pecundang. Bukan monopoli yang tak makan bangku sekolah. Didominasi penyandang gelar akademis. Berderet dan lebih panjang daripada nama diri. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar