Halaman

Selasa, 28 Maret 2017

triguna révolusi méntal : béla negara vs merugikan negara vs jual negara



triguna révolusi méntal : béla negara vs merugikan negara vs jual negara

Jangan membayangkan fakta bahwa kalau pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) didominasi oleh orang politik, maka tipikor masuk kategori kejahatan politik. Minimal motif politik yang merangsang pelaku untuk korupsi.

Aroma irama pelaku, pemain, penggila, pegiat, pekerja partai untuk main uang negara atau daerah, sudah ada kode etik, tata tertib, aturan main maupun prosedur operasi standar.

Argo politik uang mulai efektif saat parpol masih berupa wacana, gagasan di atas angin; di atas kertas; terdaftar sebagai badan hukum; tahap pengenalan, promosi dan menarik simpati penduduk. Argo kuda mulai terasa untuk agar bisa ikut pesta demokrasi, khususnya pemilu legislatif dan pilpres.

Kesenjangan nilai-nilai ideologis anak bangsa, baik karena daya juang dan keringat sendiri maupun faktor warisan, bawaan lahir, nasib baik dari sono-nya, menjadikan dinamika politik mempertajam konflik kepentingan. Semua mengerucutkan pada tujuan yang sama, yaitu merebut kekuasaan secara konstitusional, legal, sah. Politik tidak ada usangnya,

Kesetiakawanan politik tidak berlaku di sistem politik Nusantara. Bahkan di internal tubuh parpol, sah-sah saja pakai ilmu katak. Teori antrian, sistem rekrutmen, pola pengkaderan kalah pamor dengan garis tangan yang ditengarai garis keturunan. Masuk jajaran elit parpol secara normal tergantung sabda pandito ratu. Tergantung kebijakan berdasar hak prerogatif oknum ketua umum parpol.

Di era 2014-2019 ada tata karma berpolitik yang santun, yaitu mempunyai konekvitas dengan unsur asing. Khususnya jika bisa menjalin persahabatan, perkawanan dengan negara yang paling bersahabat. Tidak perlu antri, tidak wajib jadi ketua umum parpol.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar