habis dukun ganda arta terbitlah pawang perpanjang periode
Aneka kasus cara gampang
meraup Rp tanpa keringat, dengan berbagai modus operandi, tetap memikat anak
bangsa. Korban investasi bodong, korban dukun ganda uang, sampai jual beli
jabatan atau bagaimana menggunakan pengaruh mumpung kuasa, tak habis silih berganti.
Orang lupa, yang manjur,
mujarab, mustajab, cespleng adalah “investasi” pengusaha lokal sampai
mancanegara, yang sukses menentukan kesuksesan pesta demokrasi. Bahkan pilpres
pun tak luput dari campur tangan mereka. Terbukti, bahwa maju ikut capres tidak
harus ketua umum parpol. Apa guna parpol. Arus dan pasang surut politik
Nusantara tergantung kekuatan uang. Sederhana bukan.
Tata niaga politik uang,
mulai sejak mendirikan parpol. Terutama jelang pemilu. Dengan dalih peduli
bangsa, bisa merangkul semua pihak yang ujung-ujungnya akan jadi pemilih
potensial, loyal pada hari-H coblosan. Hebatnya daya pikat dan daya dorong
maupun daya beli Rp. Pihak yang berseberangan secara ideologis bisa dijinakkan
dengan lambaian, buaian, sapuan, elusan Rp. Parpol wajah baru perlu promo dan
mencari simpati semua pihak, berbagai elemen dan tokoh masyarakat, maupun tokoh
agama. Argo politik uang terselubung sudah mulai berdetak.
UU partai politik yang
menyuratkan kepengurusan dan/atau keberadaan parpol ada dan mulai di tingkat
desa/kelurahan dalam persentase tertentu, sebagai awal cara efektif
memobilisasi calon pemilih. Muasal terjadi kebutuhan biaya politik untuk
membentuk calon pemilih pada pilkada sampai pesta demokrasi lima tahunan. Lurah
yang adalah PNS/ASN, terkadang sebagai jabatan jelang pensiun, tanda terima
kasih. Terkesan bukan jabatan sasaran awal lulusan IPDN. Kepala desa yang
bermodal UU 6/2014 tentang Desa, bersifat menjanjikan, prospektus. Pemerintah
Desa yang mempunyai energi positif. Kepala Desa dengan modal ijazah minimal SMP
atau sederajat, “berhak” menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan (@ 6 tahun) secara
berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Perubahan pertama UUD NRI 1945, menetapkan Pasal 7 :
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan.
Jokowi
meyakinkan dirinya sendiri, kalau SBY bisa dua periode berturut-turut mampu
meraih kemenangan di pilpres, mengapa dirinya tidak bisa. Dukungan invisible hand, tentu tak akan tinggal
diam. Jokowi sadar di luar nalar, akal, logika politik, tentunya imbalan
politik untuk pendukung, penyokongnya, khususnya pawang politiknya, bisa berlipat dibanding 2014. Maju ke periode
kedua, biaya politik bisa membengkak. Karena pakai tarif khusus.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar