Halaman

Minggu, 19 Maret 2017

pelaku tindak pedofilia dan regenerasi koruptor



pelaku tindak pedofilia dan regenerasi koruptor

Jika tindak laku kejahatan seksual terhadap anak atau pedofilia, tiba-tiba mucul di pemberitaan, entah sebagai rakayasa arus lalu lintas kasus nasional, atau ada pesanan pihak khusus yang namanya sudah ada di tangan berwajib.

Fenomena hukum tidak sekadar tumpul ke atas, tajam ke bawah, terkadang malah menjadi mandul. Mengandalkan daya ingat masyarakat yang gaduh di awal, kemudian secara pelan tapi pasti, seiring perjalanan waktu, senyap dan kasus terlupakan secara sistematis. Atau teralihkan oleh kasus besar berskala nasional.

Udara Nusantara sebagai milik publik atau dalam otoritas pemerintah, disesaki dengan frekuensi aneka ujaran, umpatan, makian kebencian yang menjurus atau dalam format ke penisataan agama, penodaan agama.

Rentang periode 2014-2019, tanpa survey apapun, sudah menjadi rahasia umum. Parpol juara umum pesta demokrasi 2014, ditengarai tidak siap menang. Bukan sekedar karena selama 2 (loro) periode sebelumnya hanya sebagai pemain cadangan sambil mengutuk nasib.

Efek domino revolusi mental semakin membuka peluang pelaku serigala politik, rayap-rayap politik untuk serba bebas. Pelaku LGBT pernah marak. Namun karena tidak bernilai politis, atau tidak ada nilai jual untuk mendongkrak popularitas pengidap kelainan ideologi. Akankah ada fenomena bahwa anak bangsa melihat bahwa liwat kendaraan politik orang bisa berbuat apa saja secara konstitusional.

Ketika arus lalu lintas sedang menyimak megakorupsi KTP-el, agar tidak terjadi ketimpangan, kesenjangan berita, maka dibuat berita penyeimbang. Agar rakyat tidak jenuh dan muak dengan acara, adegan, atraksi yang itu-itu saja, maka disodorkan menu alternatif yang diyakini pemerintah laku keras. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar