pelaku tindak pedofilia dan regenerasi koruptor
Jika tindak laku
kejahatan seksual terhadap anak atau pedofilia, tiba-tiba mucul di pemberitaan,
entah sebagai rakayasa arus lalu lintas kasus nasional, atau ada pesanan pihak
khusus yang namanya sudah ada di tangan berwajib.
Fenomena hukum tidak sekadar tumpul ke atas, tajam
ke bawah, terkadang malah menjadi mandul. Mengandalkan daya ingat masyarakat
yang gaduh di awal, kemudian secara pelan tapi pasti, seiring perjalanan waktu,
senyap dan kasus terlupakan secara sistematis. Atau teralihkan oleh kasus besar
berskala nasional.
Udara Nusantara sebagai milik publik atau dalam
otoritas pemerintah, disesaki dengan frekuensi aneka ujaran, umpatan, makian
kebencian yang menjurus atau dalam format ke penisataan agama, penodaan agama.
Rentang periode 2014-2019, tanpa survey apapun,
sudah menjadi rahasia umum. Parpol juara umum pesta demokrasi 2014, ditengarai
tidak siap menang. Bukan sekedar karena selama 2 (loro) periode sebelumnya
hanya sebagai pemain cadangan sambil mengutuk nasib.
Efek domino revolusi mental semakin membuka peluang
pelaku serigala politik, rayap-rayap politik untuk serba bebas. Pelaku LGBT
pernah marak. Namun karena tidak bernilai politis, atau tidak ada nilai jual
untuk mendongkrak popularitas pengidap kelainan ideologi. Akankah ada fenomena
bahwa anak bangsa melihat bahwa liwat kendaraan politik orang bisa berbuat apa
saja secara konstitusional.
Ketika arus lalu lintas sedang menyimak megakorupsi
KTP-el, agar tidak terjadi ketimpangan, kesenjangan berita, maka dibuat berita
penyeimbang. Agar rakyat tidak jenuh dan muak dengan acara, adegan, atraksi
yang itu-itu saja, maka disodorkan menu alternatif yang diyakini pemerintah
laku keras. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar