Halaman

Sabtu, 04 Maret 2017

rakyat wajib membela pemerintah dari rongrongan orang dalam



rakyat wajib membela pemerintah dari rongrongan orang dalam

Bukan kebetulan kalau demokrasi di Indonesia, untuk memilih yang layak, pantas, patut jadi presiden, kepala negara, kepala pemerintahan atau sebutan lainnya, ditentukan lewat pemilihan presiden langsung oleh rakyat yang sudah mempunyai hak pilih.

Legitimasi kedudukan presiden dan wakil presiden sudah dijelaskan lewat UUD NRI 1945. Tidak ada yang salah dari rangkaian pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2014. Semua sesuai prosedur hukum yang telah ada dan berlaku. Namun, jika pemerintah melakukan lobi, pendekatan ke pihak tertentu di dalam negeri, sebagai bukti yuridis pemerintah merasa tidak kokoh. Minimal merasa tidak mampu menggalang pelaku politik, pelaku ekonomi, alat pertahanan dan keamanan negara, maupun pimpinan umat atau tokoh agama yang diakui di Nusantara.

Kedudukan, posisi dan peran rakyat terhadap pemimpin, ibarat jamaah adalah seperti terhadap imam sholat. Pemerintah dengan setumpuk wewenangnya, berhak nenetapkan kebijakan untuk dilaksanakan. Umat Islam sebagai mayoritas penduduk NKRI, wajib sami’na wa atha’na, kami dengar dan kami taat. Selanjutnya, setiap umat Islam atau rakyat pada umumnya  diwajibkan untuk melaksanakan hukum tersebut semampunya.

Soal pasal tidak taat, karena kondisi tertentu, bahkan sampai menimbulkan perlawanan atau yang disinyalir oleh ahli atau alat keamanan negara sebagai tindak makar, kudeta, pemberontak bersenjata dengan tujuan menggulingkan pemerintah yang sah – perlu kita cermati bersama.

Solidnya NKRI, tidak membuka peluang pihak tertentu berani baku frontal dengan pemerintah. Jangan lupa kawan, ada apa di balik kejadian perombakan kabinet kerja, yang baru dua kali dirombak. Secara moral, etika kenegaraan, membuktikan gerakan yang mampu mengeroposkan negara adalah orang dalam. Di tingkat daerah provinsi maupun kabupaten/kota karena melihat ulah orang pusat, maka terjadilah peniruan secara sistematis, masif dan tak berkesudahan.

Lewat tayangan media massa, khususnya media televisi, acap ditayangkan dengan sadar betapa oknum penyelenggara negara dengan gagah umbar ujaran kebencian, membuat onar dengan penistaan agama, menantang ayat-ayat langit, komen ceplas-ceplos tanpa proses hati nurani, pasang badan sok jagoan atau merasa dirinya paling digdaya, serta aneka tindakan yang jauh dari harapan rakyat.

Hebatnya, ada-ada saja tingkah laku oknum orang dalam. Merasa dirinya hebat berkat nama besar atau menang merek, ambil sikap duduk manis, pangku tangan, goyang kaki.

 Mirip film asing bertema perampokan. Berkat info dan kerja sama dengan orang dalam, perampokan sukses.[HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar