rakyat wajib membela pemerintah dari rongrongan orang dalam
Bukan kebetulan kalau demokrasi di Indonesia, untuk
memilih yang layak, pantas, patut jadi presiden, kepala negara, kepala
pemerintahan atau sebutan lainnya, ditentukan lewat pemilihan presiden langsung
oleh rakyat yang sudah mempunyai hak pilih.
Legitimasi kedudukan presiden dan wakil presiden sudah
dijelaskan lewat UUD NRI 1945. Tidak ada yang salah dari rangkaian pemilu legislatif
dan pemilihan presiden 2014. Semua sesuai prosedur hukum yang telah ada dan
berlaku. Namun, jika pemerintah melakukan lobi, pendekatan ke pihak tertentu di
dalam negeri, sebagai bukti yuridis pemerintah merasa tidak kokoh. Minimal merasa
tidak mampu menggalang pelaku politik, pelaku ekonomi, alat pertahanan dan
keamanan negara, maupun pimpinan umat atau tokoh agama yang diakui di
Nusantara.
Kedudukan, posisi dan peran rakyat terhadap pemimpin,
ibarat jamaah adalah seperti terhadap imam sholat. Pemerintah dengan setumpuk
wewenangnya, berhak nenetapkan kebijakan untuk dilaksanakan. Umat Islam sebagai
mayoritas penduduk NKRI, wajib sami’na wa atha’na, kami dengar
dan kami taat. Selanjutnya, setiap umat Islam atau rakyat pada umumnya diwajibkan untuk melaksanakan hukum tersebut
semampunya.
Soal pasal tidak
taat, karena kondisi tertentu, bahkan sampai menimbulkan perlawanan atau yang
disinyalir oleh ahli atau alat keamanan negara sebagai tindak makar, kudeta,
pemberontak bersenjata dengan tujuan menggulingkan pemerintah yang sah – perlu kita
cermati bersama.
Solidnya NKRI,
tidak membuka peluang pihak tertentu berani baku frontal dengan pemerintah. Jangan
lupa kawan, ada apa di balik kejadian perombakan kabinet kerja, yang baru dua
kali dirombak. Secara moral, etika kenegaraan, membuktikan gerakan yang mampu
mengeroposkan negara adalah orang dalam. Di tingkat daerah provinsi maupun
kabupaten/kota karena melihat ulah orang pusat, maka terjadilah peniruan secara
sistematis, masif dan tak berkesudahan.
Lewat tayangan
media massa, khususnya media televisi, acap ditayangkan dengan sadar betapa
oknum penyelenggara negara dengan gagah umbar ujaran kebencian, membuat onar dengan penistaan agama, menantang
ayat-ayat langit, komen ceplas-ceplos tanpa proses hati nurani, pasang badan
sok jagoan atau merasa dirinya paling digdaya, serta aneka tindakan yang jauh
dari harapan rakyat.
Hebatnya, ada-ada saja tingkah laku oknum orang dalam. Merasa
dirinya hebat berkat nama besar atau menang merek, ambil sikap duduk manis,
pangku tangan, goyang kaki.
Mirip film asing
bertema perampokan. Berkat info dan kerja sama dengan orang dalam, perampokan
sukses.[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar