Indonesia Negara Multitimpang/Multisenjang
Indonesia dalam
mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, lewat pembangunan jangka
menengah atau lima tahunan, memakai istilah atau batasan “kelompok masyarakat yang kurang beruntung”. Apakah batasan ini
sebagai kesimpulan dari berbagai fakta lapangan yang jika dipakai apa adanya
menimbulkan kesan negatif di mata dunia. Sehingga perlu mengalami proses
penghalusan bahasa atau eufimisme.
Justru frasa tadi bisa
menimbulkan multitafsir jika ditarik mundur, hitung mundur untuk mengetahui
kondisi sebenarnya yang terjadi. Namun, ternyata masih ada lagi penerapan frasa
“yang kurang beruntung” yaitu “anak kurang beruntung” dan “daerah yang kurang beruntung”.
Secara formal memang ada dan diakuinya fakta ketimpangan,
kesenjangan, ketidaksetaraan, ketidakmerataan hasil pembangunan nasional yang
dirasakan oleh daerah, masyarakat maupun anak. Tentunya bukan karena salah
kebijakan, salah sasaran atau salah proses memadukan perencanaan dengan
pengaggaran.
Pemerintah memang mengalami kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan semua penduduk, baik secara perorangan maupun kelompok, komunitas
bahkan daerah. Menyoal “daerah yang
kurang beruntung” bukan berarti otonomi daerah atau semangat daerah untuk
menambah provinsi maupun kabupaten/kota baru, dengan dalih agar lebih mandiri,
berdiri di atas kaki sendiri, tidak berhasil.
Jujur saja, konflik yang terjadi atau faktor potensial penyebab
konflik atau berbagai tingkat kerawanan akibat berbagai ketimpangan,
kesenjangan yang terjadi. Ketimpangan/kesenjangan ekonomi mendominasi penyebab.
Dilengkapi dengan ketimpangan/kesenjangan sosial, hukum, politik, dsb.
Pemerintah tidak salah jika memposisikan rakyat
kebanyakan sebagai permanent underclass.
Karena populasi dan sebaran penduduk, akhirnya pemerintah seolah fokus,
mengutamakan sampel penduduk yang masuk kategori temporary highclass.
Kebijakan pemerintah yang memuliakan kartél, mengutamakan korporasi, menganakemaskan konglomerat
memang tak salah dan begitulah pasal timbal baliknya. Karena dampak politik, efek
domino politik transaksional, politik jual beli suara sampai politik balas
jasa, balas budi bersamaan dengan politik balas dendam di pesta demokrasi 2014.
[HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar