antara super semar 1966 dan reformasi 21 Mei 1998
Dosa politik warisan dan
peninggalan Orde Lama akibat format politik Naskom, seolah terkubur.lebur
dengan ulah proyek kuningisasi di zaman Orde Baru. Pancasila sakti menjadi
senjata pamungkas penguasa tunggal Orde Baru.
People power menjadikan gonjang-ganjing bergulirnya reformasi yang
dimulai dari puncaknya, 21 Mei 1998. Beban (dosa) politik yang ternyata menjadi
tanggungan rakyat, semakin menghimpit kehidupan alam nyata demokrasi Nusantara.
Sampai kondisi terkini di
periode 2014-2019, dadu politik didominasi warna merah. Mulai merah abal-abal
sampai merahnya merah-kiri mbokdé/paklik. Ujaran kebencian
berlomba dengan umpatan sinis oknum penyelenggara negara. Terkekehnya presiden
diimbangi ceplas-ceplosnya, bengongnya wapres semakin menambah kemelut politik
dalam negeri.
Karena anak bangsa sedang belajar berpolitik dengan benar dan baik, sedang
sibuk mengikuti pendidik politik praktis lewat ajaran baku, daur ulang revolusi
mental, tak heran setiap periode presiden seolah malah mengulang kesalahan dan
dosa politik yang sama. Hanya beda gaya, citra, dan polesan wajah. Ironisnya, di
periode 2014-2019, keroposnya Nusantara akibat ulah orang dalam. Menggerogoti wibawa
negara. Banyak pihak bertindak melangkahi wewenang kepala negara. Bahasa politik
berada di atas bahasa hukum dan semakin jauh dari jiwa pro-rakyat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar