èfèk mukiyo révolusi
méntal, rakyat cerdas idéologi vs pejabat budak partai
Redaksi dan substansi
ajaran agama Islam juga menganjurkan umat Islam harus bisa berpolitik, jangan
buta politik. Rasulullah pun dikenal sebagai ahli dan pemimpin politik. Umat Islam
bahkan diwajibkan jangan menyerahkan urusan umat kepada umat lain beda aqidah,
betapapun ahlinya.
Konflik internal antar
umat Islam terkadang diperparah karena beda aliran dan warna idéologi, beda partai politik. Orang partai berlabel Islam, terkadang
merasa dirinya lebih cerdas dibanding umat Islam yang bebas politik. Bahkan ada
organisasi kemasyarakatan Islam yang memposisikan dan memperankan diri di atas
pemerintahan yang syah.
Belajar politik jangan melihat ke atas. Karena betapa pelaku, pegiat,
pemain, pekerja, penggila politik, selain orangnya hanya itu-itu saja, tingkah
lakunya bak badut politik. Lengkap dengan busana kebesaran partai, atribut
partai, lambang partai dan yel-yel
partai.
Sepertinya pengkaderan identik dengan mewariskan kekuasaan ke anak cucu. Ditambah
sistem feodal yang masih menjiwai semangat berideologi atau berpartai politik, mengikat
atau menjadi ikatan moral. Tak salah kalau sistem ideologi yang berbasis
Pancasila terurai mengikuti sub-sub sesuai silanya. Setiap parpol menjelma
menjadi spesialis, khususnya spesialis mengejar kekuasaan secara konstitusional.
Stereotip politik uang atau apa saja modus operandi
parpol dalam memikat hati rakyat, tidak
menjadikan rakyat, khususnya yang sudah mempunyai hak pilih, menjadi cacat
politik. Praktik politik uang di hiilrnya, berkategori recehan, diwujudkan dalam
bentuk serangan fajar. Lembaga survei agaknya belum pernah merilis dampak
politik uang terhadap calon pemilih dalam menentukan pilihannya.
Jangan lupa kawan, ciri utama parpol yang sedang sekarat,
adalah pada pidato oknum ketua umumnya. Pernah terjadi, secara gagah, gigih
pidatonya menyuratkan sekaligus menyiratkan kalau politik sudah menjadi agama
baru. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar