Freeport cuci gudang, Indonesia cuci
piring
Menarik untuk disimak Laporan Tahunan 2012 PT Freeport
Indonesia (PTFI), khususnya karena VISI PTFI adalah Pada saat penutupan tambang, PTFI telah memenuhi seluruh komitmen
sosialnya, sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang telah disepakati secara
resmi, dengan cara mewariskan program-program berkelanjutan pada masyarakat sasarannya yang mampu
berkembang dengan berhasil, tangguh serta tidak tergantung lagi kepada bantuan
PTFI (baik secara finansial maupun natura).
Disebutkan pula, PT
Freeport Indonesia (PTFI) telah beroperasi di Papua selama lebih dari 40 tahun.
Di dalam kurun waktu yang tidak sebentar tersebut kita dapat melihat berbagai
perubahan serta upaya-upaya pembangunan berkelanjutan dalam berbagai bidang.
Salah satu bidang yang sangat pentingng artinya bagi perusahaan adalah
pengembangan masyarakat dan hubungan masyarakat.
Keluhan tentang hak
ulayat merupakan salah satu resiko yang diprioritaskan oleh PTFI. PTFI
beroperasi di wilayah yang
menjadi hak ulayat (hak tradisional atas tanah) masyarakat Amungme dan Kamoro.
PTFI memberikan pengakuan atas hak ulayat melalui berbagai program pengembangan
masyarakat dan melalui bentuk-bentuk rekognisi lainnya. Meskipun PTFI telah
memberikan pengakuan tersebut, tuntutan mengenai hak ulayat tersebut masih
sering diterima PTFI dari masyarakat. Pada tahun 2012, PTFI menerima tuntutan
hak ulayat atas wilayah Batu Bersih, Basecamp Bechtel, dan Timika Pantai. Dalam
beberapa kasus, beberapa kelompok yang berbeda sering kali mengajukan tuntutan
atas wilayah yang sama sehingga meningkatkan potensi konfl ik antar suku dan
kelompok dalam suku yang sama.
PTFI mematuhi hukum di Indonesia terkait hak ulayat.
Salah satu keterbatasan yang dihadapi oleh PTFI dalam menanggapi tuntutan hak ulayat
adalah belum tersedianya peraturan tentang batas-batas wilayah ulayat. Di lain
pihak, PTFI selaku kontraktor pemerintah dalam bidang pertambangan tidak
memiliki wewenang dalam penentuan hak ulayat. Dialog antar suku yang
difasilitasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Pemerintah Kabupaten
Mimika, dan PTFI menghasilkan kesepakatan bahwa permasalahan hak ulayat ini
akan diselesaikan secara internal antar suku terlebih dahulu. Di saat yang
sama, PTFI bersama dengan Pemerintah Kabupaten Mimika, Badan PertanahanNasional,
tokoh-tokoh masyarakat, dan pihak ketiga yang independen sedang melakukan
kerjasama dalam pemetaan wilayah hak ulayat sehingga tersedia acuan yang jelas
dalam penentuan batas-batas hak ulayat. Tersedianya batas-batas ulayat yang
jelas diharapkan dapat mempermudah penyelesaian tuntutan hak ulayat,
menghindari konfl ik antar kelompok masyarakat, dan mengurangi resiko sosial
bagi PTFI. PTFI juga telah melakukan rekognisi melalui program infrastruktur
dan pengembangan masyarakat untuk kampung-kampung Amungme dan Kamoro yang
sebagian lahannya digunakan untuk menunjang operasi PTFI.
Tampaknya tidak ada yang salah dengan tampilan kata dan
kalimat di 4 (empat) alenia cuplikan di atas. Namun mengacu pada VISI, tampak
betapa PTFI dengan daya jangkau penginderaan prospek perusahaan bak peribahasa “habis manis sepah
dibuang”.
Penutupan tambang tampak bukan momok bagi PTFI. Bahkan
merasa bersih diri dengan ungkapan telah memenuhi seluruh komitmen sosial. Sebagai
perusahaan yang melayani kebutuhan dunia, tentu selama 45 tahun lebih mengeduk,
mengeruk, menguras pertambangan tembaga dan emas seluas 292.000 hektar di dataran
tinggi kabupaten Mimika, provinsi Papua, NKRI, bukan tanpa hasil nyata. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar