Halaman

Senin, 06 Maret 2017

kontradiktif, pengabdian guru vs cita-cita Partai Politik



kontradiktif, pengabdian guru vs  cita-cita Partai Politik

GURU. Titik. Guru yang berhasil sebagai guru. Guru yang sukses karena sebagai guru. Tolok ukur keberhasilan, kesuksesan atau sebutan lainnya, bukan hanya pada banyaknya anak bangsa yang pernah jadi muridnya, anak didiknya.

Daya juang dan daya jangkau profesi guru secara yurudis formal sebatas sebagai pendidik anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru yang baik dan benar, adalah yang seumur-umur tetap jadi guru. Tak ada kata pensiun bagi seorang guru. Praktik guru 24 jam sehari semalam. Tidak hanya guru di depan klas. Utamanya sebagai guru - sang pengajar, sang pendidik - di keluarga, di rumah tangganya. Rumah adalah madrasah, sekolah pertama dan utama bagi anak.

Kandungan makna profesi guru, yang utama adalah pengabdian berbasis sepi ing pamrih, ramé ing gawé. Cita-citaku menjadi guru. Pemerintah mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV Nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional (simak Permendikbud 87/2013).

Tolok ukur derajat pengabdian guru jika mampu memandaikan satu anak didik. Sedangkan cita-cita parpol dengan cara menghalalkan segala cara. UU menyuratkan bahwa tujuan partai politik diwujudkan secara konstitusional. Bagi partai politik yang menjelma sebagai perusahaan keluarga didukung oknum ketua umum menyandang hak prerogatif, tak salaj jika langkah, laku kebijakan politik secara tak langsung membodohi rakyat. Buktinya apa kawan? (yang melakukannya saja tidak merasa).

Jadi, guru yang hanya mampu memandaikan seorang anak didik, lebih mulia daripada menimang-nimang jabatan pemerintahan sambil atau dengan jalan membodohkan rakyat. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar