kontradiktif, pengabdian guru vs cita-cita Partai Politik
GURU. Titik. Guru yang
berhasil sebagai guru. Guru yang sukses karena sebagai guru. Tolok ukur
keberhasilan, kesuksesan atau sebutan lainnya, bukan hanya pada banyaknya anak
bangsa yang pernah jadi muridnya, anak didiknya.
Daya juang dan daya
jangkau profesi guru secara yurudis formal sebatas sebagai pendidik anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah.
Guru yang baik dan
benar, adalah yang seumur-umur tetap jadi guru. Tak ada kata pensiun bagi
seorang guru. Praktik guru 24 jam sehari semalam. Tidak hanya guru di depan
klas. Utamanya sebagai guru - sang pengajar, sang pendidik - di keluarga, di
rumah tangganya. Rumah adalah madrasah, sekolah pertama dan utama bagi anak.
Kandungan makna profesi
guru, yang utama adalah pengabdian berbasis sepi ing pamrih, ramé ing gawé. Cita-citaku menjadi guru.
Pemerintah mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV Nonkependidikan yang memiliki bakat dan
minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan
standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional
(simak Permendikbud 87/2013).
Tolok ukur derajat pengabdian guru jika mampu memandaikan
satu anak didik. Sedangkan cita-cita parpol dengan cara menghalalkan segala
cara. UU menyuratkan bahwa tujuan partai politik diwujudkan secara
konstitusional. Bagi partai politik yang menjelma sebagai perusahaan keluarga
didukung oknum ketua umum menyandang hak prerogatif, tak salaj jika langkah,
laku kebijakan politik secara tak langsung membodohi rakyat. Buktinya apa
kawan? (yang melakukannya saja tidak merasa).
Jadi, guru yang hanya mampu memandaikan seorang anak
didik, lebih mulia daripada menimang-nimang jabatan pemerintahan sambil atau
dengan jalan membodohkan rakyat. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar