akankah kekirian bung Karno dilestarikan
pewarisnya
Entah postulat atau bukan, terserah pembaca. Sejarah berujar
tentang sejarah panjang kerajaan Arab Saudi-Republik Indonesia, ambil sampel di
tahun 1960. Ada dua catatan. Pertama. Presiden Sukarno melaksanakan ibadah haji
ke Tanah Suci, tapi tidak menghasilkan kesepakatan strategis. Kedua. Menyusul persepsi
condongnya RI blok kiri, raja Faizal yang menggantikan Abdul Aziz sempat tidak
mengirim duta besar untuk Indonesia, begitu juga sebaliknya. (sumber
: Republika, Rabu, 1 Maret 2017).
Dekade pertama Maret 2017, Raja Arab Saudi, Salman bin
Abdul Aziz, beserta romobngan besarnya berkunjung, bertamu ke Indonesia dengan
serangkaian agenda dan acara negara maupun libur keluarga. Diantaranya, selama
15 menit raja Salman sua dengan pewaris bung Karno. Sebagai tamu, sang raja
langsung memaklumi dan faham dengan penampilan pewaris presiden pertama RI. Artinya
jangan dikaitkan dengan daya religiusitas anak bangsa. Utamakan tampilan
politik yang akan semakin memerahkan Sang Merah-Putih.
Bagi penikmat rasa segala rasa komplikasi aroma irama dan
langgam tunalaras politik Nusantara, secara awam sudah menduga bahwa pihak Arab
Saudi tentu sudah mempunyai info RI condong ke blok mana. Pihak Arab Saudi
tidak mau campur tangan kemelut politik dalam negeri RI, yang eksisting, de facto, menjadi bagian blok mana. RI
dianggap sebagai pemerintahan model kerajaan terselubung.
Pengamat politik sudah bosan dengan kondisi ini. Sisanya merasa
muak. Bukannya meludah ke atas. Rakyat masih mempunyai cadangan energi untuk
berdoa sesuai agamnya, berdoa agar NKRI tetap utuh. Tidak condong ke blok
manapun, atau bahkan menjadi bagian blok tertentu. Kalau bisa menjadi blok
tersendiri. Wallaahu a’lam. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar