Halaman

Kamis, 23 Maret 2017

Jangan Abaikan Rasa Tidak Puas Terhadap Jokowi-JK



Jangan Abaikan Rasa Tidak Puas Terhadap Jokowi-JK

Ayo kawan, kita simak judul “Survei : Kepuasan Jokowi-JK 66,4 persen”, Republika, Kamis, 23 Maret 2017.

Tentu, walau tidak pasti, apa arti angka. Survei tengah periode, memang bukan gambaran proyeksi ke akhir periode.

Terlebih survei dimaksud menyebutkan kegagalan pemerintahan Jokowi, menurut publik, antara lain pemimpin boneka, harga kebutuhan pokok belum stabil, dan pelayanan kesehatan buruk.  Selain itu, pemerintah juga harus mengevaluasi program perekonomian rakyat yang dinilai terlalu pro Cina, stabilitas politik, keterbatasan lapangan pekerjaan, penegakan hukum tidak netral, kasus SARA, dan kualitas pendidikan.

Rasa puas apa saja yang menghasilkan angka 66,4%, sengaja tidak saya kutip, apalagi ditayangkan. Karena, semua faktor penentu rasa puas publik, merupakan kewajiban pemerintah untuk menghasilkannya. Bukan prestasi yang luar biasa, atau melebihi panggilan tugas.

Tanpa mengabaikan ikhtiar tukang survei,  hasil survei seolah menampakkan dua muka pemerintah Jokowi plus JK sekaligus.

Secara awam kawan, perjalanan sampai akhir periode bukan semakin mulus nan lancar. Adanya pihak yang siap pasang badan, merapatkan barisan, mendukung hidup-hidup agar Jokowi bisa ikut di pilpres 2019, justru sebagai kerikil tajam revolusi mental.

Artinya, Jokowi plus JK, perlu ekstra enerji untuk melanjutkan tradisi rasa puas publik. Untuk melenggang sampai akhir paruh periode, dengan mempertahankan ambang rasa puas, biaya politik lipat dibanding paruh pertama. Kalkulasi politik untuk maju periode berikutnya, sulit diestimasi dengan ilmu apapun. Terkecuali jika Jokowi mendapat wangsit.

Kalau cuma mengandalkan angin surga bisa berhembus sampai akhir periode, hasilnya hanya gigit jari sendiri. Sejauh ini, relawan atau loyalis Jokowi doang, sudah bisa ditebak kecondongan politiknya.

Sebelum lupa, kita masih ingat, bak laga sepakbola, menit-menit terakhir bisa memputarbalikkan keadaan. Pendulum waktu berdetak konstan. Lapangan hijau bisa sebagai tempat mustajab untuk berdoa. Ego politik mendominasi babak akhir periode Jokowi plus JK. Publik sudah menentukan pilihan. Mana yang layak diganti, mana yang patut lanjut main.

PR besar Jokowi plus JK, adalah membalikkan “rasa tidak puas” publik menjadi “rasa puas” publik. Musuh dalam selimut Jokowi sudah over kapasitas. Tanpa diminta, tanpa rasa malu ada yang berani tampil terang-terangan. Yang semula bermuka manis, mendadak tampil dengan wajah aselinya. Terlebih yang sudah habus-habisan dukung, belapati Jokowi, namun hujan tidak merata. Ampas pun tidak kebagian.

Bagaimana langkah investor politik dari negara paling bersahabat. Apakah diam, atau memang tetap melanjutkan skenario memerahkan Nusantara. Dimulai dari ibukota NKRI.

Tanpa survei apapun, publik sudah faham kalau namanya rasa “tidak puas” bisa menjadi bumerang, senjata makan tuan. Kalau diabaikan. Keroposnya pemerintah Jokowi-JK justru akibat ulah orang dalam. Rayap-rayap politik yang menggerogoti dari dalam. Tidak tampak, tapi dampaknya nyata. Aneka bentuk dan tampilan serigala politik yang siap menerkam, sudah ancang-ancang sejak dini. Aroma irama syahwat rimba politik sudah melebih ambang batas kewajaran.

Publik atau pihak koalisi parpol pendukung pemerintah seolah tutup mata terhadap komposisi “rasa tidak puas”. Karena mereka yakin, komponennya selain sebagai kerikil tajam, bisa menjadi harga mati. Sebagai kartu mati bagi langkah catur politik Jokowi. Justru yang untuk rakyat, sebagai kebutuhan dasar penduduk, malah masuk kategori “rasa tidak puas”. Mengandalkan blusukan sudah tidak efektif. Karena sudah terlanjur setengah basah. Apalagi kondisi rakyat di daerah, sudah tahu betul “mana emas mana loyang”.

 Kita berharap rapor biru bagi pemerintah Jokowi-JK. Kalau dapat rapor merah, berarti harus mengulang di klas yang sama. Aneh kan republik ini. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar