Halaman

Sabtu, 04 Maret 2017

rasa solidaritas, adaptasi, demokrasi ala ikan got



rasa solidaritas, adaptasi, demokrasi ala ikan got

Bukan kesalahan teknis jika got depan rumah, dirancang oleh pengembang saat itu, airnya mengalir dari barat ke timur. Masalahnya, aliran tersebut malah membelakangi posisi got primer yang terhubung langsung ke sungai. Aliran air got antar blok bertemu di satu titik. Terjadilah genangan. Tidak hanya itu, terjadi adu banyak air limbah rumah tangga.

Secara alami, tempat paling rendah menjadi pertemuan aliran air dari beberapa got. Bahkan got yang posisinya paling rendah, air seperti malas mengalir. Adem ayem, diam di tempat. Genangan plus tempat sampah yang hanyut.

Persoalan dan cerita belum selesai. Wajar ada sarang nyamuk. Ikan got, atau ikan cetol, dengan warna dominan hitam. Karena hidup di lumpur got yang hitam. Di sela-sela got, bisa dipancing ikan belut. Orang naik motor, dengan saringan jala mencari ikan got. Cari ikan untuk makan ikan peliharaan. Yang cari belut, untuk tambahan lauk.

Kehidupan ikan got, yang seolah tergantung aliran, arus maupun genangan air, mirip dengan perilaku manusia dalam berbangsa dan bernegara. Ada yang bergerak bebas, acuh dengan lingkungan. Ada yang menggerombol hilir mudik.

Jangan lupa ikhwal kepedulian penghuni rumah terhadap nasob got depan rumahnya. Ambil cara paling praktis, got di tutup dengan blok beton bertulang. Ada yang cor di tempat, dengan dalih agar parkir mobil bisa mepet pagar rumah. Tidak memakan badan jalan. Membiarkan got menjadi taman tanaman liar.

Jika ada gangguan di permukaan got, misal sedang dibersihkan pakai sapu lidi atau sekop, otomatis ikan menyelamatkan diri masing-masing. Terjadi arus balik, ikan got lebih suka berenang melawan arus.

Komunitas ikan got, sangat bervariasi. Ada yang gemar imigrasi, mencari lahan basah. Komandannya tak tentu. Terkadang yang paling gesit berada di depan. Atau mereka bergerak serempak tanpa komando dan aba-aba. Ada juga satu dinasti ikan got yang mengikuti induknya. Sang induk besar akibat kandungan telur. Berenang lambat, melenggak-lenggok bak puteri Solo kepanasan, mengikuti kata hati, mengikuti ambisi ideologinya. Mbokde ikan ini banyak loyalisnya. Terutama ikan-ikan kecil yang sedang mencari jati diri.

Tampak menonjol di antara kawanan ikan got, karena ekornya warna-warni. Atau tubuhnya ada warna selain hitam. Bukan hijau atau coklat. Jamak kalau beda ini menjadi nilai jual. Membentuk strata, kasta tersendiri. Dari udara, kehidupan ikan got asik dipandang.

Ceritanya jadi lain. Menyapu got dengan sekop. Bisa mengikuti aliran normal atau arus saat banjir. Karena di rumah saya ada jogangan, keluar air tanahnya. Saya isi dengan ikan got. Dengan sekop saya ambil ikan saat berenang melawan arus. Ikan hasil tangkapan, saya tampung sementara di ember.

Ada asyiknya mengamati gerakan politik ikan got di ember. Yang punya keahlian, sibuk berputar berenang mengelilingi ember tanpa hitungan. Merasa nyaman dikedalaman tertentu, menunggu waktu untuk bertindak. Menjaga posisi bersama di tengah permukaan, merasa sebagai pusat pemerintahan. Tak kurang yang tabrak berenang sesama ikan ember.

Ironisnya, mbokde ikan got, ikan got yang berbadan kekar, yang ahli berujar kebencian ke lawan politik, yang mahir menista agama, yang pakar menentang dan menantang langit, atau yang sering menumpang lewat, jual tampang di media televisi, seperti mati angina. Mati kutu. Tampak aselinya. Seolah filosofi kebinatangannya sirna. Terjadi pembiaran kekacauan di ember. Tunggu tanggal mainnya untuk tampil sebagai pemenang.

Kondisi sudah kondusif. Ikan seember saya tuang ke jogangan. Bukan sebagai TKI. Bukan sebagai pendatang haram. Usai semua ikan masuk jogangan. Terjadilah interaksi sosial. Ternyata . . . . . . . (bersambung) [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar